BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Pentingnya penerapan
Etika Profesi merupakan pedoman yang penting dalam berperilaku yang baik dalam suatu
profesi. Belakangan ini banyak sekali pelanggaran dan kecurangan yang timbul
akibat penerapan etika profesi yang tidak maksimal. Banyak
kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya kejujuran dan
kebijaksanaan dalam berperilaku.
Disini akan diulas mengenai Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Hal ini menjadi menarik karena memanipulasi laporan keuangan termasuk pelanggaran etika profesi dibidang akuntan dan bidang akuntansi menjadi pondasi ekonomi yang baik dalam negeri Indonesia ini. Dalam makalah ini penulis akan menjabarkan profil serta kronologi dari kasus Manipulasi Lapoan Keuangan PT KAI.
Disini akan diulas mengenai Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Hal ini menjadi menarik karena memanipulasi laporan keuangan termasuk pelanggaran etika profesi dibidang akuntan dan bidang akuntansi menjadi pondasi ekonomi yang baik dalam negeri Indonesia ini. Dalam makalah ini penulis akan menjabarkan profil serta kronologi dari kasus Manipulasi Lapoan Keuangan PT KAI.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Profil PT KAI
PT. KAI (Persero)
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa angkutan
Kereta api yang meliputi aogkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007,
DPR mengesahkan revisi
UU No.13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah
dìberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan Kereta api di Indonesia.
2.2 Kronologi Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Dalam kasus tersebut,
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan
suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya.
Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi
manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu
dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan
dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63
Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan
Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan
mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk
tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut
kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam
rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak
menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan
publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak pihak ketiga
sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat
terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi
karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata
kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa
dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan
publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa
oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan
publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS
Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Laporan Keuangan PT KAI
tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak
terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak
sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi
dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak
auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang
didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor
perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan
Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
3.2 Saran
Menurut saya Kasus
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
Jadi saran saya,
seharusnya sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi.
Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Karena profesi Akuntan
menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.Kepercayaan
masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para
akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting
karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak.
Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas
segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus dan tindakan tegas.
sumber
http://mayangveva.blogspot.com/2013/11/makalah-kasus-pelanggaran-profesi.html
0 komentar:
Posting Komentar