Senin, 09 Juni 2014

Program Pemerintah untuk Rakyat Miskin

Pemerintah membuat enam program untuk rakyat miskin yaitu rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum dan listrik murah, air bersih, peningkatan kehidupan nelayan, dan masyarakat pinggir perkotaan.  

Siaran pers Seskab baru-baru ini menyebutkan, enam program yang disebut Program Klaster 4 tersebut merupakan pelengkap program lain dalam upaya pemerintah mengurangi kemiskinan.  

Pemerintah sebelumnya telah membuat program sejenis yang masuk dalam klaster 1-3. Klaster 1 bersifat bantuan yang antara lain berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS).  

Beras bersubsidi atau beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) 15 kg/RTS/bulan dengan harga Rp1.600/kg, program keluarga harapan (PKH) yang diberikan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yaitu setiap RTSM mendapat Rp 600.000-2,2 juta.  

Selain itu program klaster 1 yang terkait dengan klaster 4 adalah jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) untuk berobat gratis di Puskesmas dan rumah sakit kelas III milik pemerintah.   Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk mendukung operasionalisasi fasilitas pelayanan kesehatan sebesar Rp 100 juta/Puskesmas/tahun, bantuan sosial bagi pengungsi/korban bencana, bantuan penyandang cacat sebesar Rp 300 ribu/bulan; dan bantuan untuk lanjut usia (lansia) telantar Rp 300 ribu/bulan.  

Sedangkan klaster 2 berisikan program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat secara ekonomi. Klaster ini diibaratkan sebagai kail karena bersifat memberikan peluang kepada masyarakat miskin berdasarkan potensi dan kemampuan yang mereka miliki.  

Dalam klaster 2, pemerintah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini dilaksanakan oleh 13 Kementerian dan 1 lembaga.  

Melalui anggaran ini, setiap kecamatan akan memperoleh dana hingga sekitar Rp3 milliar yang rencananya akan dialokasikan di 6.622 kecamatan. Dengan demikian total anggaran PNPM tahun 2011 mencapai sekitar Rp 10,3 triliun.  

Dalam program itu, masyarakat miskin akan menentukan, mengusulkan, dan melaksanakan sendiri proyek-proyek yang dipandang penting dan krusial bagi upaya pengentasan kemiskinan di wilayah mereka. Salah satu komponen terpenting dalam program ini adalah adanya dana bergulir untuk kegiatan usaha.  

Program peningkatan keberdayaan ekonomi ini kemudian diperkuat dengan diluncurkannya program kredit usaha rakyat (KUR) yang tergabung dalam klaster 3.  

Dalam program KUR, pemerintah menempatkan dana pada PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebagai dana penjaminan untuk mempermudah penyaluran kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).  

Dengan penempatan dana itu, maka UMKM dapat memperoleh KUR dari perbankan hingga sebesar Rp20 juta per debitur tanpa harus memberikan agunan kepada pihak perbankan.  

Disalurkan KUR Program KUR disalurkan melalui BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank BTN, dan bank-bank pembangunan daerah yang meliputi Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku, dan Bank Papua.  

Program KUR juga dikucurkan untuk para TKI dengan kredit maksimal Rp60 juta dan disalurkan juga untuk sektor perkebunan dengan masa kredit hingga 13 tahun. Sejak pertama kali diluncurkan pada akhir 2007 hingga April 2011, realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp43,3 triliun untuk sekitar 4,4 juta debitur.  

Program klaster 4 merupakan pelengkap dan penguat berbagai program pengurangan kemiskinan yang merupakan program prioritas pemerintah.  

Melalui program klaster 4, beban pengeluaran masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah, transportasi, dan energi akan berkurang.  

Dengan demikian daya beli mereka akan terangkat dan memberikan mereka peluang yang lebih baik dalam mengakses berbagai peluang ekonomi yang tersedia agar dapat lepas dari jeratan kemiskinan.  

Komitmen pemerintah yang besar dalam mengurangi kemiskinan ini merupakan penjabaran dari strategi pemerintah untuk menghasilkan pertumbuhan yang "inclusive," yang berarti pertumbuhan untuk semua secara adil dan merata.
sumber : suara pembaruan

JUDUL :SIKLUS APBN


BAB I
PENDAHULUAN

1.  Latar belakang
                Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran Negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
            APBN disusun berdasarkan siklus anggaran (budget cycle). Siklus dan mekanisme APBN ini meliputi (a) tahap penyusunan RAPBN oleh pemerintah, (b) tahap pembahasan dan penetapan RAPBN menjadi APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat, (c) tahap pelaksanaan APBN, (d) tahap pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang, antara lain Badan Pemeriksa Keuangan dan (e) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
                Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN. sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anggaran
                Kata “anggaran” merupakan terjemahan dari kata “ budget”  dalam bahasa inggris. Definisi anggaran yang dibuat oleh The National Committee On Governmental Accounting adalah sebagai berikut: “ A budget is a plan of financial operation embodying an estimated of proposed expenditures for a given periode of time and the proposed means of financing them”. Maksudnya adalah anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu sekaligus berisi juga usulan cara untuk membiayai pengeluaran tersebut (Muhammad Gade, 2002).
            Sedangkan menurut Bachtiar Arif, Muchlis, dan Iskandar (2002), definisi anggaran terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja
2. Gambaran strategis pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan
3. Alat pengendalian
4. Instrumen Politik
5. Disusun dalam periode tertentu

2.2 Definisi APBN
                Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004, tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
a.       Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan.
b.      Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
c.       Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akanditerima kembali,
         baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
         berikutnya.
            Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum negara. (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004) Tahun anggaran adalah periode pelaksanaan APBN selama 12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia menggunakan tahun kalender sebagai tahun anggaran, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Penggunaan tahun kalender sebagai tahun anggaran ini kemudian dikukuhkan dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU No. 17/2003 dan Pasal 11 UU No. 1/2004).
            Menurut Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran Negara dan daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan eļ¬siensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran Negara dan daerah harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilitas mengandung arti bahwa anggaran Negara dan daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.3 Siklus APBN
            Pengertian Siklus APBN adalah masa atau jangka waktu mulai anggaran negara disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Pengelolaan APBN dilakukan dalam lima tahap, yaitu tahap perencanaan APBN, penetapan UU APBN, pelaksanaan UU APBN, pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN. Hasil pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Oleh karena itu, proses tersebut merupakan suatu lingkaran yang tidak terputus, dan karena itu sering disebut sebagai siklus atau daur atau lingkaran anggaran negara (APBN) seperti tercantum pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1

1. Tahap Perencanaan APBN
            Pada tahap ini terdapat enam langkah yang harus dilakukan, yaitu:
·         Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara / Lembaga (Renja-KL)
            Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara / Lembaga  menyusun Renja-KL mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) kementerian negara / lembaga yang bersangkutan dan mengacu pula pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan oleh Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.
            Renja-KL ini memuat kebijakan, program dan kegaiatan yang dilengkapi dengan sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran yang sedang disusun dan perkiraan maju (forward estimate) untuk tahun anggaran berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework, MTEF) dan penganggaran terpadu (unified budget).
·         Pembahasan Renja-KL
            Kementerian perencanaan setelah menerima Renja-KL melakukan penelaahan bersama Kementerian Keuangan. Pada tahap ini, masih mungkin terjadi perubahan-perubahan terhadap program kementerian negara/ lembaga yang di usulkan oleh Menteri/ Pimpinan lembaga setelah Kementerian Perencanaan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
·         Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara / Lembaga (RKA-KL)
            Selambat-lambatnya pada pertengahan Mei, pemerintah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal kepada DPR. Hasil pembahasan antara DPR dan pemerintah akan menjadi Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran bagi Presiden/ Kabinet yang akan dijabarkan oleh Menteri Keuangan dalam bentuk Surat Edaran Menteri Keuangan (SE Menkeu) tentang pagu sementara.
            Setelah menerima SE Menkeu tentang Pagu Sementara, Kementerian Negara/Lembaga mengubah Renja-KL menjadi RKA-KL, jadi sudah ada usulan anggarannya selain dari usulan program. Selanjutnya kementerian Negara/Lembaga melakukan pembahasan RKA-KL dengan komisi-komisi di DPR yang menjadi mitra kerjanya.
            Hasil pembahasan tersebut kemudian disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni. Kementerian Perencanaan akan menelaah kesesuaian RKA-KL hasil pembahasan tersebut dengan Rencana Kerja Pemerintah(RKP). Sedangkan Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian RKA-Kl dengan SE Menkeu tentang pagu sementara, perkiraan maju yang telah disetujui anggaran sebelumnya, dan standar biaya yang telah ditetapkan.
·         Penyusunan Anggaran Belanja
            RKA-KL hasil telaahan Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan menjadi dasar penyusunan Anggaran Belanja Negara. Belanja Negara disusun menurut asas bruto yaitu bahwa tiap Kementerian Negara/Lembaga selain harus mencantumkan rencana jumlah pengeluaran harus juga mencantumkan perkiraan penerimaan yang akan didapat dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
·         Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara
            Berbeda dengan penyusunan sisi belanja yang disusun dari kumpulan usulan belanja tiap Kementerian Negara/Lembaga yang ditelaah oleh Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan, penentuan perkiraan pendapatan negara pada prinsipmya disusun oleh Kementerian Keuangan dibantu Kementerian Perencanaan dengan memperhatikan masukan dari Kementerian Negara/Lembaga lain, yaitu dalam bentuk prakiraan maju penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
·         Penyusunan Rancangan APBN
            Setelah menyusun prakiraan maju belanja negara dan pendapatan negara, Kementerian Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah bersama-sama dengan Nota Keuangan dan RAPBN dibahas dalam sidang kabinet.

2. Tahap Penetapan UU APBN
            Nota keuangan dan Rancangan APBN beserta RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi UU APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Pembicaraan antara pemerintah dengan DPR terdiri dari berbagai tingkat, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat I
    Pada tingkat ini disampaikan  keterangan atau penjelasan pemerintah tentang Rancangan    
    Undang-undang APBN (RUU APBN). Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato
    pengantar RUU APBN didepan siding paripurna DPR.
b. Tingkat II
    Dilakukan pandangan umum dalam rapat paripurna DPR dimana masing-masing fraksi di
    DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan pemerintah.
    Jawaban pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri
    Keuangan. 
c. Tingkat III
    Dilakukan pembahasan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi atau rapat panitia khusus.
    Pembahasan dilakukan bersama dengan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.
d. Tingkat IV
     Diadakan rapat paripurna kedua. Pada rapat ini disampaikan kepada forum tentang hasil
     pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari tiap-tiap fraksi di DPR. Setelah itu, DPR
     akan menggunakan hak budgetnya untuk menyetujui atau menolak RUU APBN. Kemudian
    DPR mempersilakan pemerintah untuk menyampaikan sambutannya berkaitan dengan
    keputusan DPR tersebut. Apabila RUU APBN telah disetujui DPR, maka presiden
    mengesahkan RUU APBN tersebut menjadi UU APBN.

3. Tahap Pelaksanaan UU APBN
            UU APBN yang telah disetujui DPR dan disahkan presiden telah disusun secara terperinci dalam unit organisasi, fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja. Hal itu berarti bahwa untuk mengubah pengeluaran yang berkaitan dengan unit organisasi, fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja harus dengan persetujuan DPR. Misalkan pemerintah akan perlu menggeser pengunaan anggaran antar belanja (bisa jadi belanja yang satu kelebihan/atau tidak terserap dan belanja yang lain kekurangan dana), maka dalam hal ini pemerintah harus meminta persetujuan DPR.
            RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) tentang rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November. Keppres tentang rincian APBN ini menjadi dasar bagi Kementerian Negara/Lembaga untuk mengusulkan konsep dokumen pelaksanaan anggaran kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran selambat-lambatnya tanggal 31 Desember. Dengan dokumen pelaksanaan anggaran tersebut, mulai 1 Januari tahun anggaran berikutnya, Kementerian Negara/Lembaga dapat melaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN
            Pengawasan atas pelaksanaan APBN dilaksanakan oleh pemeriksa internal maupun eksternal. Pengawasan secara internal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ((BPKP). Itjen melakukan pengawasan dalam lingkup masing-masing departemen/lembaga, sedangkan BPKP melakukan pengawasan untuk lingkup semua departemen atau lembaga.
            Pengawasan eksternal dilakukan oleh BPK. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi seluruh unsur keuangan negara seperti yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan (DPR) hasil pemeriksaan BPK juga disampaikan kepada Pemerintah.
            Berdasarkan Undang-undang  Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaaan yaitu:
·         Pemeriksaaan Keuangan
Yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
·         Pemeriksaan Kinerja
Yaitu pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektifitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen yang dilakukan oleh aparat pengawasan internal.
·         Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Yang termasuk dalam kategori pemeriksaan ini antara lain adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.

5. Tahap Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan UU APBN
            Pada tahap ini Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang sudah diaudit BPK kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang disampaikan tersebut menurut Pasal 30 Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara adalah Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan arus kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.
            Menurut waktunya, siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebagai berikut (Atep Adya Barata dan Bambang Trihartanto, 2004):
a. Selambat- lambatnya pada pertengahan bulan Mei tahun anggaran berjalan, pemerintah
    menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran
    berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian dibahas dalam pembicaraan
    pendahuluan RAPBN.
b. Pada bulan Agustus, pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) APBN
    untuk tahun anggaran yang akan dating, disertai dengan nota keuangan dan dokumen-
    dokumen pendukungnya kepada DPR. Dalam pembahasan RUU APBN, DPR dapat
    mengajukan usul yang dapat mengubah jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU
    APBN. Perubahan RUU APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak menambah defisit
    anggaran.
c. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan,
    DPR mengambil keputusan mengenai RUU APBN. APBN yang disetujui oleh DPR diperinci
    menurut unit organisasi, fungsi program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak
    menyetujui RUU APBN yang diajukan pemerintah, pemerintah dapat melakukan pengeluaran
    maksimal sebesar jumlah APBN tahun anggaran sebelumnya.


v  Perubahan APBN (APBN-P)
           Perubahan APBN dapat dilakukan bila:
           1. Perkembangan tidak sesuai dengan asumsi umum APBN
           2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar-unit  
               organisasi, antar-kegiatan, dan antar-jenis belanja.
            3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih (SILPA) tahun sebelumnya harus
              digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

           
             







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan Undang-undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.
Pengertian Siklus APBN adalah masa atau jangka waktu mulai anggaran negara disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.
            Menurut Pasal 12 UU No. 1/2004, tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi: Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan, kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan dan  penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akanditerima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Menurut Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai enam fungsi yakni,  fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi.
Pengelolaan APBN dilakukan dalam lima tahap, yaitu tahap perencanaan APBN, penetapan UU APBN, pelaksanaan UU APBN, pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN. Hasil pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Oleh karena itu, proses tersebut merupakan suatu lingkaran yang tidak terputus, dan karena itu sering disebut sebagai siklus atau daur atau lingkaran anggaran negara (APBN).







DAFTAR PUSTAKA

 Baswir revrisond, 2000, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE, Yogyakarta.

JUDUL: PERANAN ANJAK PIUTANG DALAM PEREKONOMIAN

                              I.            Pendahuluan

11.                        Latar Belakang

Dengan semakin meningkatnya persaingan antar perusahaan saat ini akan memaksa perusahaan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pelanggannya. Salah satu cara adalah dengan mempermudah syarat pembayaran produk. Oleh karena itu pembayaran secara kredit ini menjadi suatu kebutuhan penjualan perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualannya. Atas penjualan secara kredit tersebut maka perusahaan memiliki tagihan ( piutang ) kepada pelanggan atau customer. Piutang ini akan menghambat dari arus kas perusahaan karena dana tunai atau kas dari piutang tersebut akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo, namun sebetulnya disisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai tersebut untuk kegiatan operasionalnya. Jika perusahaan kekurangan kas biasanya akan melakukan pinjaman kepada pihak lain misalnya Bank. Perusahaan mempunyai alternatif lain untuk memperoleh dana tunai yaitu dengan cara menjual atau mengalihkan piutang kepada Lembaga Keuangan Anjak Piutang ( Factoring ).

Anjak piutang awalnya dimulai di wilayah Amerika Utara tepatnya pada sektor industri tekstil. Di Negara-negara Lain usaha ini merupakan industri yang sangat baru, dimulai sekitar dekadi 1970-an. Perusahaan anjak piutang di Eropa mengikuti pola perkembangan usaha anjak piutang di Amerika.

Di Indonesia usaha anjak piutang masih tergolong usaha yang relatif baru. Dimulai sejak ditetapkan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau Pakdes 20, 1988 yang diatur dengan Keppres No. 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan NO. 172/KMK.06/2002. Pengenalan anjak piutang ditujukan untuk memperoleh dana arternatif diluar sektor perbankan.

Anjak piutang bisa didirikan secara independen ( berdiri sendiri ) atau dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha secara sekaligus dibidang anjak piutang, sewa guna, modal ventura, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.

12.         perumusan Masalah

Melihat anjak piutang sebagai salah satu Lembaga Keuangan dan alternatif pembiayaan perusahaan, penulis mengajukan dua permasalahan yaitu:
 1.     Bagaimana peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang ( factoring ) dalam mengatasi permasalahan piutang dalam perusahaan ?
2.     Bagaimana mekanisme pembiayaan Lembaga Keuangan Anjak Piutang ( factoring ) dalam dunia usaha ?

     II.            Kerangka Teori
2.1            Teori Perlindungan Hukum Dalam Melihat Peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang ( factoring )
1.     Perlindungan Hukum Preventif: dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.
2.     Perlindungan Hukum Represif: dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.Terkait dengan peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)dalam mengatasi permasalahan piutang dalam perusahaan, peranan Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)harus dilaksanakan baik secara preventif maupun secara represif, karena hal ini merupakan salah satu kunci dari upaya perlindungan hukum dimana hal ini mutlak dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya wanprestasi/cidera janji yang dilakukan oleh debitur.
2.2 Pemikiran Roscoe Pound Mengenai Penerapan Sistem Hukum Dalam Pembangunan Demokrasi Ekonomi Terkait Dengan Adanya Lembaga Keuangan Anjak Piutang (Factoring)
Pemikiran selanjutnya oleh Roscoe Pound dalam mendefinisikan fungsi hukum sebagai social engineering yang menyumbangkan pemikiran tentang kepentingan manusia yang dilindungi oleh hukum yang meliputi
1.     Kepentingan umum (public interests)
2.     Kepentingan kemasyarakatan (social interests)
3.     kepentingan-kepentingan pribadi (private interests)
Pemikiran Pound ini terkait dengan penerapan sistem hukum dalam pembangunan demokrasi ekonomi ialah bahwa suatu sistem hukum haruslah memperhitungkan dan mendahulukan kepentingan umum terlebih dahulu, lalu kemudian kepentingan masyarakat yang terakomodiir, baru kemudian kepentingan-kepentingan pribadi yang lebih kepada hak-hak yang diberikan dalam kegiatan perekonomian.
Roscoe Pound lebih lanjut mengulas tentang kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih rinci terkait kemajuan umum yang ingin diraih yaitu :
1.     Kebebasan untuk memiliki sesuatu
2.     Kebebasan untuk berdagang dan perlindungan terhadap monopoli
3.     kebebasan untuk mengusahakan usaha industri
4.     dorongan untuk menemukan penemuan-penemuan.
Dalam kaitannya dengan penerapan pembangunan demokrasi ekonomi ini, segala macam kebebasan yang diungkapkan Pound tersebut merupakan essensi dasar dari adanya demokrasi, prinsip-prinsip tersebut menghadirkan sebuah keadilan dan kesamarataan dalam ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi disertai dengan prinsip tanggungjawab dalam arti tidak merugikan kepentingan pihak lain.
Jika dicermati, pemikiran pound inilah yang dapat penulis katakan sebagai tujuan dari dibentuknya Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)ini. Prinsip kebebasan, keadilan kemudian kesamarataan yang Pound katakan merupakan tujuan akhir dari adanya lembaga ini. Setiap pelaku usaha akan dapat mengoptimalkan usahanya tanpa harus takut akan adanya kemungkinan itikad tidak baik dari debitur sehingga tercapai suatu pengutamaan kepentingan umum dan kepentingan masyarakat dari suatu kepentingan pribadi.

III. PEMBAHASAN
3.1 Peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang Dalam Ekonomi
Kenyataan selama ini banyak sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Masalah masalah tersebut pada prinsipnya berkaitan antara lain: kurang kemampuan dan terbatasnya sumber-sumber permodalan, lemahnya pemasaran sehingga target penjualan tidak tercapai. Disamping itu perusahaan hanya terkonsentrasi pada usaha peningkatan produksi dan penjualan sedangkan administrasi penjualan termasuk penjualan secara kredit (Piutang) masih terabaikan.
Kelemahan dibidang manajemen/ pengelolaan piutang menyebabkan semakin meningkatnya kredit macet. Kondisi seperti ini mengancam kontinuitas usaha yang pada gilirannya akan menyulitkan perusahaan dalam memperoleh sumber pembiayaan dari lembaga keuangan.
Beberapa manfaat yang dapat diberikan lembaga anjak piutang dalam rangka mengatasi masalah dunia usaha adalah sebagai berikut:
  • Penggunaan jasa anjak piutang akan menurunkan biaya produksi dan biaya penjualan.
  • Anjak piutang dapat memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran dimuka (Advanced Payment) sehingga akan meningkatkan Crediet standing perusahaan .
  • Kegiatan anjak piutang dapat meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien karena klien dapat mengadakan transaksi perdagangan secara bebas baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional.
  • Meningkatkan kemampuan klien dalam memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal kerja.
  • Menghilangkan risiko kerugian akibat terjadinya kredit macet karena resiko kredit macet ini dapat diambil alih oleh lembaga anjak piutang.
  • Kegiatan anjak piutang dapat mempercepat proses ekonomi dan meningkatkan pendapatan nasional.
3.2 Mekanisme Pembiayaan Lembaga Keuangan Anjak Piutang (Factoring)
Sebelum masuk pada tahapan-tahapan tranaksi anjak piutang, sebaiknya kita lihat pengertian anjak piutang terlebih dahulu. Menurut Kasmir dalam “Bank dan Lembaga Keuangan lainnya” menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien).
Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor NO.172/KMK.06/2002 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
Transaksi anjak piutang biasanya diawali dengan negosiasi antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang (factoring) yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan dengan fasilitas yang disediakan perusahaan anjak piutang. Apabila perusahaan sudah mengetahui kebutuhannya sejak awal maka akan lebih mempermudah dan mempercepat transaksi anjak piutang.
Beberapa fasilitas anjak piutang yang ditawarkan:
a. Undisclosed/ Non Notification Factoring
Adakalanya perusahaan ingin performance/ bonafiditasnya tetap terjaga dimata pelanggan (debitur) walaupun sebetulnya perusahaan sedang kesulitan dana. Untuk itu pada saat pengalihan piutang maka perusahaan tidak memberitahu pelanggan (debitur) bahwa piutang sudah dialihkan ke perusahaan anjak piutang (factoring). Transaksi anjak piutang ini dinamakan Undisclosed/Non Notification Factoring. Mekanisme transaksi Undisclosed sebagai berikut :
1.     Terjadi transaksi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien)
2.     Negosiasi dan kontrak anjak piutang antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang (factoring) dimana perusahaan menyerahkan kopi faktur penagihan piutang dan dokumen terkait lainnya sedangkan dokumen asli tetap dipegang perusahaan.
3.     Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimal 80% dari nilai faktur.
4.     Pada saat jatuh tempo perusahaan akan menagih kepada debitur/pelanggan.
5.     Perusahaan akan mengembalikan pinjaman dana kepada factoring ditambah dengan biaya anjak piutang (service charge/discount charge).

b. Disclosed/ Notification Factoring
Jika perusahaan (klien) setelah memperoleh pembiayaan dari anjak piutang tidak ingin direpotkan oleh tugas menagih kepada debitur maka perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas disclosed factoring yaitu segera menyerahkan pengelolaan piutang kepada perusahaan anjak piutang.
Mekanisme transaksi ini bisa dijelaskan sebagai berikut :
1.     Terjadi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien)
2.     Negosiasi dan kontrak factoring antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang dimana perusahaan menyerahkan faktur penagihan dan dokumen terkait lainnya (dokumen asli).
3.     Perusahaan memberitahu kepada debitur kalau piutang dan penagihan sudah dialihkan ke lembaga anjak piutang.
4.     Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimum 80% dari nilai faktur.
5.     Pada saat jatuh tempo lembaga anjak piutang melakukan penagihan kepada debitur.
6.     Pelanggan (debitur) membayar tagihan kepada anjak piutang.
7.     Lembaga anjak piutang menyerahkan sisa dan (20% Nilai faktur) kepada perusahaan (klien) setelah sebelumnya dikurangi biaya administrasi.
Dalam transaksi anjak piutang terdapat beberapa risiko yang mungkin timbul diantaranya:
1.     Pada Undisclosed Factoring ada kemungkinan perusahaan (klien) ingkar janji (wanprestasi) yaitu tidak mengembalikan pinjaman/pembiayaan kepada factoring walaupun perusahaan sudah menerima pembayaran dari debitur sehingga anjak piutang mengalami kerugian.
2.     Pelanggan/debitur yang ingkar janji yaitu tidak membayar hutangnya pada saat jatuh tempo sehingga kemungkinan perusahaan atau lembaga anjak piutang yang mengalami kerugian.
Untuk mengatasi risiko tersebut, pada saat kontrak/ perjanjian dibuat maka perlu ditetapkan pihak yang bertanggung jawab atas penanggungan resiko. Jika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dan yang menanggung resiko tersebut perusahaan (klien) maka perjanjiannya dinamakan with recourse factoring sedangkan jika lembaga anjak piutang yang menanggung risiko kerugiaannya maka perjanjiannya dinamakan without recourse factoring.
Jika melihat fasilitas-fasilitas yang disediakan lembaga anjak piutang, ternyata usaha anjak piutang lebih dominan kepada pemberian jasa pembiayaan (financing service) atas pengalihan piutang dari klien (perusahaan). Namun demikian lembaga anjak piutang juga memberikan jasa dibidang non pembiayaan (non financing service). Jasa non pembiayaan ini pada dasarnya untuk melayani pengelolaan piutang (kredit) perusahaan klien.
Produk jasa non pembiayaan ini diantaranya :
1.     Investigasi kredit (credit investigation) atau analisis kredit yaitu lembaga anjak piutang membantu perusahaan untuk menilai calon customer/debitur.
2.     Mengelola administrasi penjualan secara kredit (sales ledger administration/sales accounting).
3.     Mengawasi/ memonitor penjualan yang dilakukan klien termasuk menetapkan prosedur penagihan.
4.     Memberikan masukan atau mengusahakan cara pengamanan terhadap risiko piutang terutama jika transaksi perdagangan secara internasional (export financing) yang rentan terhadap risiko terjadinya fluktuasi kurs valuta asing.
Dengan memanfaatkan jasa anjak piutang maka perusahaan (klien) tidak perlu membentuk bagian kredit tersendiri dalam organisasi. Lembaga anjak piutang sudah secara otomatis telah melaksanakan fungsi bagian crediet(credit departement) dimana lembaga anjak piutang akan memberikan laporan hasil kerjanya secara periodik kepada perusahaan (klien)
Atas pemanfaatan jasa anjak piutang timbul suatu kewajiban bagi perusahaan (klien) yaitu membayar biaya anjak piutang. Biaya ini terdiri dari:
  • Service charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien menggunakan jasa untuk pengelolaan/ pembukuan penjualan (sales ledger) dari transaksi penjualan yang dilakukan klien. Besarnya biaya berkisar antara 0,5% – 2,5% tergantung kesepakatan antara anjak piutang dan klien.
  • Discount charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien memperoleh pembiayaan (dana tunai) dari lembaga anjak piutang. Besarnya biaya discount charge antara 2% – 3%. Biaya ini juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
3.3 Manfaat Lembaga Keuangan Anjak Piutang
Manfaat anjak piutang bagi perusahaan (klien) dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.     Perusahaan yang kesulitan/kekurangan dana akan segera memperoleh dana tunai sehingga terdapat aliran kas masuk (cash in flow) yang bisa digunakan untuk modal kerja perusahaan. Aliran kas (cash in flow) akan lebih lancar karena perusahaan tidak perlu menunggu pencairan piutang sampai jatuh tempo.
2.     Tugas perusahaan (klien) dalam pengelolaan administrasi penjualan dapat dialihkan ke lembaga anjak piutang karena lembaga ini membantu mengelola administrasi penjualan dan penagihan (sales ledgering and collection service).
3.     Perusahaan (klien) tidak ragu dalam penjualan produknya terutama kepada customer baru karena resiko tagihan macet bisa ditanggung bersama dengan lembaga anjak piutang (credit insurance).
4.     Anjak piutang dapat memperbaiki sistem penagihan sehingga piutang dapat dibayar tepat saat jatuh tempo dan sebisa mungkin penagihan ini tidak merusak hubungan baik antara perusahaan (klien) dengan pelanggannya (customer).