Selasa, 01 Juli 2014

Just In Time

BAB I
PENDAHULUAN

1.1             Latar Belakang

Sistem pemanufakturan tradisional mengatur skedul produksinya berdasarkan pada peramalan kebutuhan di masa yang akan datang.Padahal tidak seorangpun yang dapat memprediksi masa yang akan dating dengan pasti walaupun dia memiliki pemahaman yang sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecendrungan yang terjadi di pasar
Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.
Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan minimisasi pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In Time yaitu:
1. Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa.
2. Komitmen terhadap kualitas prima.
3. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
4. Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas aktivitas yang memberikan nilai tambah.

 Perusahaan-perusahaan meningkatkan perhatian terhadap keuntungan potensial dari :
1. Membuat pesanan pembelian yang lebih kecil dan lebih sering.
2. Membangun kembali hubungan dengan pemasok.

Kedua hal di atas berhubungan dengan peningkatan minat dalam sistem pembelian tepat waktu (Just In Time). Pembelian Just In Time adalah pembelian barang atau bahan sedemikian rupa sehingga pengiriman secara tepat mendahului permintaan atau penggunaan. Dalam keadaan ekstrim tidak adanya persediaan (barang untuk dijual bagi seorang pengecer, bahan baku barang dalam proses atau barang jadi bagi seorang produsen) yang ditahan.
Perusahaan yang menggunakan pembelian Just In Time biasanya menekankan biaya tersembunyi yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya tersembunyi ini meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan jumlah kerusakan–kerusakan yang cukup besar.

1.2             Pokok-pokok Permasalahan

Pokok-pokok permasalahan dalam perkembangan Just In Time di perusahaan industri yang sering terjadi dalam hal ini adalah :
•     Pengertian Just In Time.
•     Bagaimana persediaan dalam sistem Just In Time.
•     Bagaimana pembelian dalam sistem Just In Time.
•     Bagaimana produksi dalam sistem Just In Time.
·         JIT dan Otomasi
·         Penentuan Harga Pokok Backflush
·         Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
·         Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
·         Pengaruh JIT pada Penilaian  Persediaan
·         Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
·         JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
·         Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
·         JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
·         JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional


BAB II
ISI


2.1              Sejarah Just In Time

Just in Time dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan utamanya adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.

2.2             Pengertian Just In Time

Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.

JIT mempunyai empat  aspek pokok sebagai berikut:
1.      Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2.      Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3.      Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4.      Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan

Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah:

1. Zero Defect (tidak ada barang yang rusak)
2. Zero Set-up Time (tidak ada waktu set-up)
3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan lot)
4. Zero Handling (tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin)
7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)

Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan Just In Time,diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Aliran Material yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu dibutuhkan pengaturan total pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung dengan dan dari bagian penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran material yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan kemudian antar tiap tingkat produksi yang saling berhubungan secara langsung, samapi pada bagian pengiriman. Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan target yang haru diselidiki dan dieliminasi.
·         Pengurangan waktu set-up – Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi diskret yang memilki waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa jam. Hal ini tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu setup yang dramatis telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7 jam menjadi 3-7 menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah yang sangta kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan responsif dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.
·         Pengurangan lead time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat besar dari komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT kita ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk itu perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor untuk mendapatkan kondisi seperti ini.
·         Komponen zero defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat, baik itu yang diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi, teknis kontrol statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang memproses komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli, vendor diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah diproduksi dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.
·         Kontrol lantai produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi tradisional, penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang yang dapat mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu, order produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT, perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk membentuk persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi operasi yang responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat harus dilakukan setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator mesin dapat saja menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk, mendapat kesulitan membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.

2.2.1        Penerapan JIT dalam berbagai bidang fungsional perusahaan

a. Pembelian JIT

            Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:
1.      Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2.      Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
3.      Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4.      Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
5.      Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.

            Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1.      Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2.      Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3.      Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4.      Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara individual
5.      Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.

 

b. Produksi JIT


            Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1.      Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2.      Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
3.      Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4.      Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

            Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1.      Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
2.      Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3.      Waktu perpindahan
4.      Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
5.      Ruangan pabrik
6.      Biaya mutu
7.      Pembelian bahan

            Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1.      Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2.      Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak langsung
3.      Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
4.      Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”


2.2.2        Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk

Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
·         Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
·         Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
·         Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
·         Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
·         Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

            Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:

1.      JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.

            Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
a.  Persediaan Rendah
b.  Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c.       Filosofi TQC (Total Quality Control)

2.      JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
           
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.

JIT
TRADISIONAL
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan 
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi  jasa
Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa


3.      Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
           
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.

4.      JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
           
Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.

5.      Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
           
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1.  Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2.  Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.

6.      Pengaruh JIT pada Penilaian  Persediaan
           
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan  persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya:
(a) penetapan harga jual berdasar cost-plus,
(b) analisis trend biaya,
(c) analisis profitabilitas lini produk,
(d) perbandingan dengan biaya para pesaing,
(e) keputusan membeli atau membuat sendiri,


7.      Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
           
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
            Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada level selular. lagi pula, karena  ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.

8.      Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
           
Dalam metode  proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.

9.      JIT dan Otomasi                    
           
Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk mengikutinya  dengan  pemilikan  teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk :
(a) menaikkan kapasitas produksi,
(b) menaikkan efisiensi,
(c) meningkatkan mutu dan pelayanan,
(d) menurukan waktu pengolahan,
(e) meningkatkan keluaran.

            Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.

10.  Penentuan Harga Pokok Backflush
           
Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
1.      Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2.      Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
3.      Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.

Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
1.      Perubahan Akuntansi Bahan
2.      Perubahan Akuntansi Biaya Konversi

2.3             Analaisis Biaya Volume Laba

2.3.1 Analisis CPV Konvensional

Analisis biaya-volume-laba (CPV) konvensional menganggap bahwa semua biaya,   produksi dan non produksi, dap[at digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Biaya yang bervariasi dengan volume, disebut biaya variabel
b. Biaya yang tidak bervariasi dengan volume, disebut biaya tetap.

2.3.2  Analisis CPV dalam JIT

Dalam sistem JIT,biaya variabel per unit produk yang dijual turun namun biaya tetapnya naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch tidak ada karena batch menjadi satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat digambarkan sebagai berikut:

B  = T + V1X1 + V3X3
B = Biaya Total                                            X1 = Jumlah unit
T = Biaya tetap                                             X3 = Jumlah kegiatan
V1 = Biaya variabel berdasar unit penjualan (berdasar unit)
V3 = Biaya variabel berdasar non unit        

2.4             Titik Impas

Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.

2.4.1        Sistem Konvensional
 


X = (I + F) / (P - V)

Dalam hal ini:
X =  Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I   =  Laba sebelum pajak penghasilan
F  =  Total biaya tetap
P  =  Harga jual per unit
V  =  Biaya variabel per unit

2.4.2    Sistem JIT

              X1 = (I + F1 + X2V2 ) /  (P - V1)

Dalam hal ini:
X1 =  Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I     =   Laba sebelum pajak  penghasilan
F1  =  Total biaya tetap        
X2  =  Jumlah kuantitas berbasis nonunit     
V2  =  Biaya variabel per basis non unit
P    =  Harga jual per unit
V1  =  Biaya variabel per unit


BAB III
KASUS


The 100 Yen Sushi House bukanlah sebuah restoran biasa. Restoran ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi di Jepang. Saat kita memasuki restoran tersebut, kita akan disambut dengan kata-kata “iratasai”, sebuah ucapan selamat datang dari siapapun yang bekerja dalam toko tersebut – baik yang memasak, pelayan, pemilik, dan anak-anak pemiliknya. Rumah ini memiliki ciri kas berbentuk elipsoid yang melayani daerah di pertengahan ruangan, dimana tiga atau empat koki yang sibuk mempersiapkan sushi. Sekitar 30 tempat duduk mengelilingi daerah penyajian. Kita duduk di konter dan langsung disuguhi segelas “misoshiru”, yang merupakan sebuah sop pasta kacang, sepasang sumpit, segelas the hijau, sebuah piring kecil untuk membuat saus, dan sebuah lempeng china untuk memegang sumpit. Sejauh ini, pelayanan ini adalah pelayanan rata-rata untuk sushi house. Selanjutnya, ditemukan hal-hal yang khusus. Ada sebuah pengangkut barang yang selalu mengelilingi area pelayanan yang berbentuk elipsoid. Seperti sebuah boneka yang memiliki rel untuk berjalan. Pada pengangkut tersebut terdapat sebuah kereta piring sushi. Anda bisa menemukan jenis sushi apapun yang anda inginkan – mulai dari jenis rumput-laut atau octupus yang paling murah sampai hidangan salmon atau udang mentah yang mahal. Akan tetapi, harganya semua sama, yakni 100 yen per piring. Jika diperiksa lebih dekat, ditemukan bahwa porsi rumput laut yang murah memiliki 4 potongan, sedangkan yang lebih mahal memiliki dua potongan.
   
Selanjutnya ada seorang pria membawa 8 piring dengan rapi. Ketika dia akan pergi, kasir mengamatinya dan berkatan, “800 yen”. Kasir tidak memiliki kas register, karena dia hanya menghitung jumlah piring kemudian mengalikannya dengan 100. Pada saat pelanggan pergi, terdengar ucapan “Arigato Gosaimas” (terima kasih), dari semua pekerja.

Operasi harian pemilik didasarkan pada analisis informasi secara cermat. Pemiliki memiliki ringkasan informasi permintaan yang lengkap tentang tipe-tipe piring sushi yang berbeda, sehingga dia mengetahui secara pasti berapa banyak dari masing-masing piring sushi yang harus dipersiapkan dan kapan. Lebih lanjut, operasi seluruhnya diasaran pada prinsip produksi berulang dengan just-in-time yang sesuai dan sistem kontrol kualitas. Sebagai contoh, toko tersebut memiliki kapasitas refrigerator yang sangat terbatas (kita dapat melihat beberapa ikan atau octopus dalam wadah gelas di depan konter). Sehingga, toko ini menggunakan sistem kontrol inventaris just-in-time. Ketimbang meningkatkan kapasitas refrigeratordengan membeli sistem-sistem refrigerator baru, perusahaan bekerjasama dengan penjaja ikan untuk mengirim ikan segar beberapa kali dalam sehari, sehingga material tiba tepat ketika akan digunakan untuk membuat sushi. Dengan demikian, biaya inventarisnya minimal.
   
Dalam sistem operasi just-in-time, prinsip stok aman tidak terlalu diperhitungkan. Dengan kata lain, stok aman akan dihilangakan secara perlahan, untuk masalah-masalah tidak teratasi dan kemungkinan solusinya. Ruang lantai yang tersedia adalah untuk pra pekerja dan perlengkapan yang diperlukan tapi tidak untuk menyimpan inventaris. Di perusahaan 100 Yen Sushi House, para pekerja dan pelengkapannya diposisikan begitu dekat sehingga pembuatan sushi dilakukan dari tangan ke tangan dan bukan sebagai operasi independen, Tidak adanya dinding-dinding invetaris memungkinkan para pemilik dan pekerja untuk terlibat dalam operasi total,, mulai dari menyambut pelanggan sampai menyediakan apa yang dipesan. Tugas mereka sangat saling terkait dan setiap orang akan bekerja sama dalam mengatasi sebuah masalah agar tidak menjadi masalah besar dalam proses kerja.
   
The 100 Yen Sushi House merupakan sebuah operasi intensif-pekerja, yang paling banyak didasarkan pada kesederhanaan, dan akal sehat ketimbang teknologi tinggi, sebaliknya dengan persepsi orang-orang Amerika. Penulis begitu terkesan. Setelah penulis menghabiskan piring ke-lima, saya melihat piring sushi octopus berputar untuk yang ketigapuluh kalinya. Mungkin gambaran umum dari sistem ini telah diketahui. Sehngga penulis menanyakan kepaa pemilik bagaimana cara merawat masalah kebersihan ketika piring sushi berputar sepanjang hari. Dia tersenyum dan berkata “Iyya pak, kami tidak pernah membiarkan piring-piring sushi kami tidak terpakai lebih dari 30 menit”. Kemudian dia menggaruk kepala dan mengatakan, “Jika salah satu dari empat karyawan kami istirahat, dia bisa mengambil piring yang tidak terjual tersebut dan memakannya atau membuangnya. Kami sangat serius tentang masalah kualitas sushi kami.”
The 100 Yen Sushi Huose merupakan sebuah mikrokosmos dari sifat-sifat yang mencerminkan pendekatan manajemen produksi yang paling signifikan pada masa pasca Perang Dunia II, yaitu produksi just-in-time (JIT). Dikembangkan oleh orang Jepang, pendekatan ini mengintegrasikan lima P dari OM untuk merampingkan produksi barang-barang berkualitas tinggi dan pelayanannya. Seperti TQM, hampir setiap organisasi industri modern telah menggunakan sekurang-kurangnya beberapa elemen JIT dalam desainnya.
   
Bab ini terkait dengan logika JIT. Bab ini juga merinci pendekatan-pendekatan terhadap implementasi JIT dan aplikasinya JIT dalam organisasi jasa. Sebuah versi klasik dari Kenneth A. Wantuck menjelaskan elemen-elemen JIT sebagaimana yang digunakan oleh orang-orang Jepang utnuk meningkatkan produktivitas.
6.1 Logika JIT
JIT (Just-in-Time) merupakan sekumpulan aktivitas terpadu untuk mencapai produksi bervolume tinggi dengan menggunakan inventaris bahan baku yang minimal, kerja dalam proses, dan barang jadi. Bagian-bagian produk tiba di stasiun kerja selanjutnya 'tepat waku” dan diselesaikan serta berpindah dalam operasi dengan cepat. Just-in-time juga didasarkan pada logika bahwa tidak ada yang akan dihasilkan sebelum diperlukan. Exhibit 6.1 mengilustrasikan proses ini. Kebutuhan dilahirkan oleh produk yang diminta oleh para penggunanya. Ketika sebuah item dijual, meurut teori, maka pasar akan menarik sebuah pengganti dari posisi terakhir dalam sistem – perakitan akhir dalam hal ini. Ini memicu sebuah order ke saluran produksi pabrik dimana seorang pekerja kemudian menarik unit lain dari sebuah stasiun hulu  dalam aliran utunuk mengganti unit yang diambil. Stasiun hulu kemudian menarik
         


BAB IV
PENUTUP


4.1       Kesimpulan

Dalam menangani tingginya biaya, menurunnya laba, dan menajamnya persaingan telah mengakibatkan perusahaan mencari cara-cara untuk merampingkan kegiatan usaha mereka dan mengumpulkan lebih banyak data akurat untuk tujuan pengambilan keputusan. Oleh karena itu muncullah ide Just In Time (JIT) yang hanya memproduksi apabila ada permintaan. Akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Tujuan utama JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Prinsip dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan secara terus-menerus untuk merespon perubahan dengan meminimisasi pemborosan. Ada empat aspek pokok dalam sistim JIT yaitu :
• Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk.
• Komitmen terhadap kualitas prima.
• Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
• Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas yang memberikan nilai tambah.
Persediaan JIT adalah untuk sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang membuat unit-unit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan sisa. Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan terus menerus agar dapat berproduksi Dalam system JIT menerapkan untuk membeli barang hanya dalam kuantitas yang dibutuhkan saja. Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang kepada pemasok agar bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal ini agar tidak adanya persediaan di gudang.
Produsi JIT adalah suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan.
Pada system JIT perusahaan harus meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Untuk perusahaan harus memperhatikan kualitas mutunya. Dalam pengiriman barang dalam JIT harus tepat waktu, sesuai dengan jumlah pesanan dan dengan kualitas yang bermutu tinggi. Karena hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan produksi. Jika pelanggan senang maka ia akan sering melakukn pesanan terhadap perusahaan produksi dan sebaliknya jika pelanggan tidak puas maka pelanggan akan memilih ke perusahaan produksi lainnya.


DAFTAR PUSTAKA


Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi Offset, 1994.

Simamora, Henri, Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Ed. 5, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Deakin, Maher, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.

Cherrington, Hubbard & Luthy, Cost Accounting, San Fransisco : West Publishing Company, 1994.

Hay, Edward, The Just In Time Breakthough, New York : Rath, 1998.

Hansen & Mowen, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Salemba Empat, 2000.

Gayle, Raybun, Akuntansi Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen Biaya, Ed. 6, Yokyakarta : Erlangga, 1999.


Milton, F. Usry, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Yogyakarta : Erlangga, 1999.

0 komentar:

Posting Komentar