BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem pemanufakturan
tradisional mengatur skedul produksinya berdasarkan pada peramalan kebutuhan di
masa yang akan datang.Padahal tidak seorangpun yang dapat memprediksi masa yang
akan dating dengan pasti walaupun dia memiliki pemahaman yang sempurna tentang
masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecendrungan yang terjadi di
pasar
Produksi berdasarkan
prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisonal memiliki resiko
kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi berdasarkan
permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang
memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan
memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya
pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan
kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan
perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In Time adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Just In Time merupakan
filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya.
Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada
permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang
diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.
Prinsip dasar Just In Time
adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon
perubahan dengan minimisasi pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep
Just In Time yaitu:
1. Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa.
2. Komitmen terhadap kualitas prima.
3. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan
efisiensi.
4. Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan
peningkatan visibilitas aktivitas yang memberikan nilai tambah.
Perusahaan-perusahaan
meningkatkan perhatian terhadap keuntungan potensial dari :
1. Membuat pesanan pembelian yang lebih kecil dan lebih sering.
2. Membangun kembali hubungan dengan pemasok.
Kedua hal
di atas berhubungan dengan peningkatan minat dalam sistem pembelian tepat waktu
(Just In Time). Pembelian Just In Time adalah pembelian barang atau bahan
sedemikian rupa sehingga pengiriman secara tepat mendahului permintaan atau
penggunaan. Dalam keadaan ekstrim tidak adanya persediaan (barang untuk dijual
bagi seorang pengecer, bahan baku barang dalam proses atau barang jadi bagi
seorang produsen) yang ditahan.
Perusahaan yang menggunakan
pembelian Just In Time biasanya menekankan biaya tersembunyi yang berhubungan
dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya tersembunyi ini meliputi
jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan jumlah kerusakan–kerusakan yang
cukup besar.
1.2
Pokok-pokok Permasalahan
Pokok-pokok
permasalahan dalam perkembangan Just In Time di perusahaan industri yang sering
terjadi dalam hal ini adalah :
• Pengertian Just In
Time.
• Bagaimana persediaan
dalam sistem Just In Time.
• Bagaimana pembelian
dalam sistem Just In Time.
• Bagaimana produksi
dalam sistem Just In Time.
·
JIT dan Otomasi
·
Penentuan Harga Pokok Backflush
·
Penentuan Harga Pokok
Proses dan JIT
·
Pengaruh JIT pada Harga
Pokok Pesanan
·
Pengaruh JIT pada
Penilaian Persediaan
·
Pengaruh JIT pada Biaya
Tenaga Kerja Langsung
·
JIT dan Alokasi Biaya
Pusat Jasa
·
Keakuratan Penentuan
Biaya Produk dan JIT
·
JIT dan Ketertelusuran
Biaya Overhead
·
JIT Dibandingkan dengan
Pemanufakturan Tradisional
BAB II
ISI
2.1
Sejarah
Just In Time
Just in Time
dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan utamanya adalah
pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai
pemborosan. Pengembangan
yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini
adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”.
JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi
persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga
komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi
selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu
cepat.
2.2
Pengertian
Just In Time
Sistem produksi tepat
waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen
fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada
prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
JIT mempunyai
empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Produksi
Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada
saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi
merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan
unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga
kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan
fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan
Tujuan utama yang ingin dicapai dari
sistem JIT adalah:
1. Zero Defect (tidak ada barang yang
rusak)
2. Zero Set-up Time (tidak ada waktu
set-up)
3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan
lot)
4. Zero Handling (tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan
mesin)
7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penerapan Just In Time,diantaranya adalah sebagai
berikut :
·
Aliran Material
yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu dibutuhkan pengaturan total
pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung dengan dan dari bagian
penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran material
yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan kemudian antar tiap tingkat
produksi yang saling berhubungan secara langsung, samapi pada bagian pengiriman.
Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan target yang haru diselidiki dan
dieliminasi.
·
Pengurangan
waktu set-up – Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi diskret yang memilki
waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa jam. Hal ini
tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu setup yang dramatis
telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7 jam menjadi 3-7
menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah yang sangta
kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan responsif dalam
menghadapi perubahan permintaan konsumen.
·
Pengurangan lead
time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat besar dari
komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT kita
ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk itu
perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor
untuk mendapatkan kondisi seperti ini.
·
Komponen zero
defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat, baik itu yang
diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi, teknis kontrol
statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang memproses
komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli, vendor
diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah diproduksi
dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu
memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.
·
Kontrol lantai
produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi tradisional,
penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang yang dapat
mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu, order
produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT,
perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk
membentuk persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi
operasi yang responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat
harus dilakukan setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator
mesin dapat saja menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk,
mendapat kesulitan membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar
berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil
mengimplementasikan filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.
2.2.1
Penerapan
JIT dalam berbagai bidang fungsional perusahaan
a. Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem
penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat
mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan
cara:
1. Mengurangi
jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang
dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2. Mengurangi
atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
3. Memiliki
pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4. Mengeliminasi
atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
5. Mengurangi
waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan
pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk
mengumpulkan biaya.
3. Mengubah
dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak
langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi
perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual
5.
Mengurangi biaya
administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
b. Produksi
JIT
Produksi
JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi
berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat
mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1. Mengurangi
atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja)
atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi
atau meniadakan “Lead Time” (waktu
tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
3. Secara
berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan
pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak
bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan
yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead time
(waktu tunggu) pemanufakturan
2. Persediaan
bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3. Waktu
perpindahan
4. Tenaga
kerja langsung dan tidak langsung
5. Ruangan
pabrik
6. Biaya
mutu
7. Pembelian
bahan
Penerapan
produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen
dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi
atau mengurangi kelompok biaya (cost
pools) untuk aktivitas tidak langsung
3. Mengurangi
frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi
keterincian informasi yang dicatat dalam “work
tickets”
2.2.2
Pemanufakturan
JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT
menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam
pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai
dampak pada:
·
Meningkatkan
Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
·
Meningkatkan akurasi
penghitungan biaya produk.
·
Mengurangi perlunya
alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
·
Mengubah perilaku dan
relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
·
Mempengaruhi sistem
penentuan harga pokok pesanan dan proses.
Dasar-dasar
pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:
1.
JIT Dibandingkan dengan
Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan
JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull).
Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa
perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan
Rendah
b. Sel-sel
Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c. Filosofi
TQC (Total Quality Control)
2.
JIT dan Ketertelusuran
Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang
tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat
ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk
sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang
terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
JIT
|
TRADISIONAL
|
Sistem
Pull-through
Persediaan
tidak signifikan
Sel-sel
pemanufakturan
Tenaga
kerja terinterdisipliner
Pengendalian
mutu (TQC)
Dsentralisasi jasa
|
Sistem
Push-through
Persediaan
signifikan
Berstruktur
departemen
Tenaga
kerja terspesialisasi
Level
mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi
jasa
|
3.
Keakuratan Penentuan
Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi
dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah
meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi
kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut
menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran
yang sulit.
4.
JIT dan Alokasi Biaya
Pusat Jasa
Dalam manufaktur
tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai
departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal
ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung
ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk
melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak
langsung.
5.
Pengaruh JIT pada Biaya
Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang
menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional
dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi
biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2. Biaya
tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.
6.
Pengaruh JIT pada
Penilaian Persediaan
Salah satu masalah
pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT
adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian
persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai,
dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan
keuangan. Dalam JIT diusahakan
persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan),
sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan
keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk
memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang
akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya:
(a) penetapan harga
jual berdasar cost-plus,
(b) analisis trend
biaya,
(c) analisis
profitabilitas lini produk,
(d) perbandingan dengan
biaya para pesaing,
(e) keputusan membeli
atau membuat sendiri,
7.
Pengaruh JIT pada Harga
Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT
untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang
sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan
dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
Dengan
mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian
yang besar dalam mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya
dapat dikelompokkan pada level selular. lagi pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka
tidak praktis untuk menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan.
Maka lingkungan pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
8.
Penentuan Harga Pokok
Proses dan JIT
Dalam
metode proses, perhitungan biaya per
unit akan menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses.
Dengan menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit
ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari
periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
9.
JIT dan Otomasi
Sejak sistem JIT
digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal.
Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk
mengikutinya dengan pemilikan
teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk :
(a) menaikkan kapasitas
produksi,
(b) menaikkan
efisiensi,
(c) meningkatkan mutu
dan pelayanan,
(d) menurukan waktu
pengolahan,
(e) meningkatkan
keluaran.
Otomasi
meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai produk secara
individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel
pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak
langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.
10.
Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan harga pokok
backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya
produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush
costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Manajemen
ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2. Setiap
produk ditentukan biaya standarnya.
3. Metode
ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan
informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada dua
perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
1. Perubahan
Akuntansi Bahan
2. Perubahan
Akuntansi Biaya Konversi
2.3
Analaisis
Biaya Volume Laba
2.3.1
Analisis CPV Konvensional
Analisis
biaya-volume-laba (CPV) konvensional menganggap bahwa semua biaya, produksi dan non produksi, dap[at
digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu:
a.
Biaya yang bervariasi dengan volume, disebut biaya variabel
b.
Biaya yang tidak bervariasi dengan volume, disebut biaya tetap.
2.3.2 Analisis CPV dalam JIT
Dalam sistem
JIT,biaya variabel per unit produk yang dijual turun namun biaya tetapnya
naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch tidak ada karena batch menjadi
satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat digambarkan sebagai berikut:
B = T + V1X1 + V3X3
B
= Biaya Total X1
= Jumlah unit
T
= Biaya tetap X3
= Jumlah kegiatan
V1
= Biaya variabel berdasar unit penjualan (berdasar unit)
V3
= Biaya variabel berdasar non unit
2.4
Titik
Impas
Titik impas adalah
suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun rugi.jadi dapat
dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.
2.4.1
Sistem Konvensional
X
= (I + F) / (P - V)
Dalam
hal ini:
X
= Unit produk yang harus dijual untuk
mencapai laba tertentu
I =
Laba sebelum pajak penghasilan
F =
Total biaya tetap
P =
Harga jual per unit
V =
Biaya variabel per unit
2.4.2 Sistem
JIT
X1 = (I + F1 + X2V2
) / (P - V1)
Dalam
hal ini:
X1
= Unit produk yang harus dijual untuk
mencapai laba tertentu
I =
Laba sebelum pajak penghasilan
F1 =
Total biaya tetap
X2 =
Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 =
Biaya variabel per basis non unit
P =
Harga jual per unit
V1
=
Biaya variabel per unit
BAB
III
KASUS
The
100 Yen Sushi House bukanlah sebuah restoran biasa. Restoran ini memiliki
produktivitas yang sangat tinggi di Jepang. Saat kita memasuki restoran
tersebut, kita akan disambut dengan kata-kata “iratasai”, sebuah ucapan selamat
datang dari siapapun yang bekerja dalam toko tersebut – baik yang memasak,
pelayan, pemilik, dan anak-anak pemiliknya. Rumah ini memiliki ciri kas
berbentuk elipsoid yang melayani daerah di pertengahan ruangan, dimana tiga
atau empat koki yang sibuk mempersiapkan sushi. Sekitar 30 tempat duduk
mengelilingi daerah penyajian. Kita duduk di konter dan langsung disuguhi
segelas “misoshiru”, yang merupakan sebuah sop pasta kacang, sepasang sumpit,
segelas the hijau, sebuah piring kecil untuk membuat saus, dan sebuah lempeng
china untuk memegang sumpit. Sejauh ini, pelayanan ini adalah pelayanan
rata-rata untuk sushi house. Selanjutnya, ditemukan hal-hal yang khusus. Ada
sebuah pengangkut barang yang selalu mengelilingi area pelayanan yang berbentuk
elipsoid. Seperti sebuah boneka yang memiliki rel untuk berjalan. Pada
pengangkut tersebut terdapat sebuah kereta piring sushi. Anda bisa menemukan
jenis sushi apapun yang anda inginkan – mulai dari jenis rumput-laut atau
octupus yang paling murah sampai hidangan salmon atau udang mentah yang mahal.
Akan tetapi, harganya semua sama, yakni 100 yen per piring. Jika diperiksa
lebih dekat, ditemukan bahwa porsi rumput laut yang murah memiliki 4 potongan,
sedangkan yang lebih mahal memiliki dua potongan.
Selanjutnya ada seorang pria membawa 8 piring dengan rapi. Ketika dia akan pergi, kasir mengamatinya dan berkatan, “800 yen”. Kasir tidak memiliki kas register, karena dia hanya menghitung jumlah piring kemudian mengalikannya dengan 100. Pada saat pelanggan pergi, terdengar ucapan “Arigato Gosaimas” (terima kasih), dari semua pekerja.
Selanjutnya ada seorang pria membawa 8 piring dengan rapi. Ketika dia akan pergi, kasir mengamatinya dan berkatan, “800 yen”. Kasir tidak memiliki kas register, karena dia hanya menghitung jumlah piring kemudian mengalikannya dengan 100. Pada saat pelanggan pergi, terdengar ucapan “Arigato Gosaimas” (terima kasih), dari semua pekerja.
Operasi harian pemilik didasarkan pada analisis informasi secara cermat. Pemiliki memiliki ringkasan informasi permintaan yang lengkap tentang tipe-tipe piring sushi yang berbeda, sehingga dia mengetahui secara pasti berapa banyak dari masing-masing piring sushi yang harus dipersiapkan dan kapan. Lebih lanjut, operasi seluruhnya diasaran pada prinsip produksi berulang dengan just-in-time yang sesuai dan sistem kontrol kualitas. Sebagai contoh, toko tersebut memiliki kapasitas refrigerator yang sangat terbatas (kita dapat melihat beberapa ikan atau octopus dalam wadah gelas di depan konter). Sehingga, toko ini menggunakan sistem kontrol inventaris just-in-time. Ketimbang meningkatkan kapasitas refrigeratordengan membeli sistem-sistem refrigerator baru, perusahaan bekerjasama dengan penjaja ikan untuk mengirim ikan segar beberapa kali dalam sehari, sehingga material tiba tepat ketika akan digunakan untuk membuat sushi. Dengan demikian, biaya inventarisnya minimal.
Dalam sistem operasi just-in-time, prinsip stok aman tidak terlalu diperhitungkan. Dengan kata lain, stok aman akan dihilangakan secara perlahan, untuk masalah-masalah tidak teratasi dan kemungkinan solusinya. Ruang lantai yang tersedia adalah untuk pra pekerja dan perlengkapan yang diperlukan tapi tidak untuk menyimpan inventaris. Di perusahaan 100 Yen Sushi House, para pekerja dan pelengkapannya diposisikan begitu dekat sehingga pembuatan sushi dilakukan dari tangan ke tangan dan bukan sebagai operasi independen, Tidak adanya dinding-dinding invetaris memungkinkan para pemilik dan pekerja untuk terlibat dalam operasi total,, mulai dari menyambut pelanggan sampai menyediakan apa yang dipesan. Tugas mereka sangat saling terkait dan setiap orang akan bekerja sama dalam mengatasi sebuah masalah agar tidak menjadi masalah besar dalam proses kerja.
The 100 Yen Sushi House merupakan sebuah operasi intensif-pekerja, yang paling banyak didasarkan pada kesederhanaan, dan akal sehat ketimbang teknologi tinggi, sebaliknya dengan persepsi orang-orang Amerika. Penulis begitu terkesan. Setelah penulis menghabiskan piring ke-lima, saya melihat piring sushi octopus berputar untuk yang ketigapuluh kalinya. Mungkin gambaran umum dari sistem ini telah diketahui. Sehngga penulis menanyakan kepaa pemilik bagaimana cara merawat masalah kebersihan ketika piring sushi berputar sepanjang hari. Dia tersenyum dan berkata “Iyya pak, kami tidak pernah membiarkan piring-piring sushi kami tidak terpakai lebih dari 30 menit”. Kemudian dia menggaruk kepala dan mengatakan, “Jika salah satu dari empat karyawan kami istirahat, dia bisa mengambil piring yang tidak terjual tersebut dan memakannya atau membuangnya. Kami sangat serius tentang masalah kualitas sushi kami.”
The 100 Yen Sushi Huose merupakan sebuah mikrokosmos
dari sifat-sifat yang mencerminkan pendekatan manajemen produksi yang paling
signifikan pada masa pasca Perang Dunia II, yaitu produksi just-in-time (JIT).
Dikembangkan oleh orang Jepang, pendekatan ini mengintegrasikan lima P dari OM
untuk merampingkan produksi barang-barang berkualitas tinggi dan pelayanannya.
Seperti TQM, hampir setiap organisasi industri modern telah menggunakan
sekurang-kurangnya beberapa elemen JIT dalam desainnya.
Bab ini terkait dengan logika JIT. Bab ini juga merinci pendekatan-pendekatan terhadap implementasi JIT dan aplikasinya JIT dalam organisasi jasa. Sebuah versi klasik dari Kenneth A. Wantuck menjelaskan elemen-elemen JIT sebagaimana yang digunakan oleh orang-orang Jepang utnuk meningkatkan produktivitas.
Bab ini terkait dengan logika JIT. Bab ini juga merinci pendekatan-pendekatan terhadap implementasi JIT dan aplikasinya JIT dalam organisasi jasa. Sebuah versi klasik dari Kenneth A. Wantuck menjelaskan elemen-elemen JIT sebagaimana yang digunakan oleh orang-orang Jepang utnuk meningkatkan produktivitas.
6.1 Logika JIT
JIT (Just-in-Time) merupakan sekumpulan aktivitas
terpadu untuk mencapai produksi bervolume tinggi dengan menggunakan inventaris
bahan baku yang minimal, kerja dalam proses, dan barang jadi. Bagian-bagian
produk tiba di stasiun kerja selanjutnya 'tepat waku” dan diselesaikan serta
berpindah dalam operasi dengan cepat. Just-in-time juga didasarkan pada logika
bahwa tidak ada yang akan dihasilkan sebelum diperlukan. Exhibit 6.1
mengilustrasikan proses ini. Kebutuhan dilahirkan oleh produk yang diminta oleh
para penggunanya. Ketika sebuah item dijual, meurut teori, maka pasar akan
menarik sebuah pengganti dari posisi terakhir dalam sistem – perakitan akhir
dalam hal ini. Ini memicu sebuah order ke saluran produksi pabrik dimana
seorang pekerja kemudian menarik unit lain dari sebuah stasiun hulu dalam
aliran utunuk mengganti unit yang diambil. Stasiun hulu kemudian menarik
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam menangani tingginya
biaya, menurunnya laba, dan menajamnya persaingan telah mengakibatkan
perusahaan mencari cara-cara untuk merampingkan kegiatan usaha mereka dan
mengumpulkan lebih banyak data akurat untuk tujuan pengambilan keputusan. Oleh
karena itu muncullah ide Just In Time (JIT) yang hanya memproduksi apabila ada
permintaan. Akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu
berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Tujuan utama
JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang
dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan
kinerja pengiriman.
Prinsip dasar JIT adalah
meningkatkan kemampuan secara terus-menerus untuk merespon perubahan dengan
meminimisasi pemborosan. Ada empat aspek pokok dalam sistim JIT yaitu :
• Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk.
• Komitmen terhadap kualitas prima.
• Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan
efisiensi.
• Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan
visibilitas yang memberikan nilai tambah.
Persediaan JIT adalah untuk
sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu.
Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang membuat unit-unit
rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan sisa.
Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai
barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan
terus menerus agar dapat berproduksi Dalam system JIT
menerapkan untuk membeli barang hanya dalam kuantitas yang dibutuhkan saja.
Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang kepada pemasok agar
bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal ini agar
tidak adanya persediaan di gudang.
Produsi JIT adalah suatu sistem dimana
tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan secepatnya saat diperlukan
dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan harus memproduksi
barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan.
Pada system JIT perusahaan harus
meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Untuk
perusahaan harus memperhatikan kualitas mutunya. Dalam pengiriman barang dalam
JIT harus tepat waktu, sesuai dengan jumlah pesanan dan dengan kualitas yang
bermutu tinggi. Karena hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan produksi. Jika pelanggan senang maka ia akan sering
melakukn pesanan terhadap perusahaan produksi dan sebaliknya jika pelanggan
tidak puas maka pelanggan akan memilih ke perusahaan produksi lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi Offset, 1994.
Simamora, Henri, Akuntansi
Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.
Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Ed. 5, Jakarta : Salemba
Empat, 1999.
Deakin, Maher, Akuntansi
Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.
Cherrington, Hubbard & Luthy, Cost Accounting, San Fransisco : West Publishing Company, 1994.
Hay, Edward, The Just In
Time Breakthough, New York : Rath, 1998.
Hansen & Mowen, Akuntansi
Biaya, Ed. 4, Jakarta : Salemba Empat, 2000.
Gayle, Raybun, Akuntansi
Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen Biaya, Ed. 6, Yokyakarta :
Erlangga, 1999.
Milton, F. Usry, Akuntansi
Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Yogyakarta : Erlangga, 1999.
0 komentar:
Posting Komentar