Menurut Code of Ethic for Professional Accountant (CEPA),
auditor harus memiliki prinsip etika, yaitu
· Integritas,
yaitu sikap sederhana dan jujur dalam pekerjaan.
· Objektivitas,
yaitu sikap tidak membiarkan adanya penyimpangan dan konflik kepentingan yang
mengganggu profesionalitas.
· Kompetensi serta cermat dan
kehati-hatian, yaitu sikap untuk memelihara pengetahuan pada tingkat yang
disyaratkan agar klien menerima jasa yang profesional.
· Kerahasiaan.
· Perilaku
profesional, yaitu sikap wajib mentaati hukum dan peraturan yang sesuai.
Dalam menjalankan prinsip etika, auditor mendapatkan
beberapa ancaman, yaitu
· Self-interest
threat, yaitu ancaman dari kepentingan pribadi.
· Self-review
threat, yaitu ancaman telaah sendiri, misalnya overbudget dalam audit
mengakibatkan kualitas audit yang tidak memadai.
· Advocacy
threat, yaitu ancaman karena pendapat klien.
· Familiarity
threat, yaitu ancaman dengan sikap kekeluargaan.
· Intimidation
threat, yaitu ancaman yang dapat mempengaruhi audit.
Untuk menghindari ancaman perlu pengamanan, yaitu
· Pengamanan
yang diciptakan oleh profesi dan regulator.
§ Syarat pendidikan, pelatihan, dan pengamanan.
§ Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
§ Regulasi tentang governance.
§ Standar profesi akuntan.
§ Prosedur monitoring.
§ Review dari pihak eksternal.
· Pengamanan
di tempat kerja.
Mencegah fraud dapat menggunakan whistle-blower
mechanism, yaitu
· Internal whistle-blower,
yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak internal perusahaan.
· Eksternal whistle-blower,
yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak eksternal perusahaan.
Syarat whistle-blower, yaitu
· Motivasinya
jelas.
· Buktinya
jelas.
· Analisisnya
jelas.
· Salurannya
jelas.
Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor
audit manajemen harus mengungkap kecurangan yang ada.
1. Hubungan antar manusia dalam
manajemen audit
Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang
terjadi antara seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan pemahaman untuk
saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis. Pengetahuan hubungan
antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang
berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.
Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia
berlaku bagi setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit manajemen,
antara auditor dan auditee. Beberapa prinsip tersebut yang kiranya
berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit manajemen. Apabila kita
perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam
posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya
secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif
bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini
pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor saat melakukan
audit manajemen dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi
organisasi.
2. Hubungan kerjasama antara
manajemen dan eksternal audit
Dalam beberapa hal, auditor audit manajemen dan auditor
eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran
penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam
hal efektivitas pengendalian internal organisasi. Keduanya diharapkan memiliki
pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas,
keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh
institusi profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental
objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka audit. Namun, selain
berbagai kesamaan tersebut, audit manajemen dan audit eksternal adalah dua
fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.
· Perbedaan antara Audit Manajemen
dengan Audit Eksternal.
1. Perbedaan misi
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan
opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam
penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga
menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara
konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan
para pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar
organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat reliabilitas
laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu,
tanggung jawab utama auditor audit manajemen tidak terbatas pada pengendalian
internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun
juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal,
manajemen risiko, dan governancedalam pemastian pencapaian tujuan
organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi
terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan
internal organisasi.
2. Perbedaan organisasional
Auditor audit manajemen merupakan bagian integral dari
organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan
dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Meskipun dalam
perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcingatau co-sourcing auditor
audit manajemen, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit
manajemen (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor
eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka
melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan
perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor
eksternal.
3. Perbedaan pemberlakuan
Secara umum, fungsi audit manajemen tidak wajib bagi
organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu,
seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di
Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor audit manajemen.
Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki
auditor audit manajemen. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan
audit eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan
yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu
diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal.
4. Perbedaan kualifikasi
Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal
tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur
produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya
tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit
manajemen. Auditor eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu
memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities,
mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan
material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di
Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan profesional
akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan.
5. Perbedaan fokus dan orientasi
Auditor audit manajemen lebih berorientasi ke masa depan,
yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki
dampak positif (peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana
organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan
auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya
kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan
organisasi.
6. Perbedaan timing
Auditor internal melakukan review terhadap
aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya
melakukan secara periodik atau tahunan.
3. Hubungan kerjasama antara
auditor audit manajemen dengan auditee
Perlu kita pahami bahwa hubungan yang terjadi antara auditor
audit manajemen dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa.
Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam suatu
perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara
wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut
pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.
Karena posisi auditor audit manajemen adalah staf dari
pimpinan puncak (Dirut), ia tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam
bidang :
• Teknis operasional.
• Teknis operasional auditing.
• Hubungan antar manusia yang efektif.
Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan
penjabaran dari apa yang dimilikinya itu. Dengan demikian keberhasilan
pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :
1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi
satu keluaran yang bermakna.
2. Cara atau metode atau prosedur yang digunakan dalam
pelaksanaan tugasnya.
3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi
antara dirinya dengan kelompok.
Jika diperhatikan ketiga faktor itu, maka hubungan yang
terjadi memang menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu
ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalahartikan sebagai kegiatan untuk
mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan
diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika
terdapat kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan
timbulnya konflik yang merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor
dengan auditee harus didasarkan pada sasaran kepentingan
bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi. Perbedaan yang ada
secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi
dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang
sulit, karena pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang
sering kali punya persepsi yang berbeda.
Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk
mencari dan menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi auditor, maka
pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang
profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para
auditor audit manajemen. Singkatnya hubungan antara auditor dengan auditee-nya
harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan
berorientasi pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai
alternatif dengan orentasi peningkatan atau perbaikan bagi organisasi secara
menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang
diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak untuk
memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkret.
· Peranan internal
auditor
1. Peran sebagai “problem solver”
Temuan audit pada hakekatnya adalah problem. Auditor audit
manajemen harus mampu menggunakan metode problem solving yang
rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis yang standar perlu
dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam
mengambil kesimpulan atau keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif
dan benar-benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan
harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam
kaitan ini maka auditor perlu memahami akar permasalahan, serta mampu
menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomendasikan menjadi valid. Disini
auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut.
Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya,
ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut.
Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang
tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan
bagi semua pihak.
2. Peran sebagai “conflict resolution”
Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus
pada timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya
denganauditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau
lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak
sejalan. Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi menjadi fokus utama.
Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di organisasi untuk
melahirkan organisasi yang sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.
Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :
• Menghindari
• Membekukan
• Dikonfrontasikan
Menghindari konflik. Auditor semacam ini cenderung menekan
reaksi emosional dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin
dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini
dimungkinkan pula bila auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara
efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya
sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan
auditor tetap tidak dapat mengatasinya.
Membekukan konflik. Ini adalah suatu taktik untuk
menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa digunakan auditor untuk mendinginkan
situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.
Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini
langsung dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa
dilakukan dengan dengan dua jalan: dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa
dengan power dari direktur utama maka auditee harus
melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat
merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran,
bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi, dalam
strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan mengundang
masalahnya sendiri. Strategi “win-win solution” harus dipakai
sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang
diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik
seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.
3. Peran “interviewer”
Komunikasi yang akan dilakukan oleh auditor, sering kali
dalam bentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena
itu auditor audit manajemen harus paham mengenai:
· Konteks dari wawancara yang dilakukan
· Isi dari bahan yang ingin dicarinya
Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi
jika keterampilan wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu
menggali persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya
dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian
diikuti dengan penetapan berbagai; aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning)
dan dilanjutkan dengan; mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran “negosiator” dan “komunikator”
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing.
Mungkin peran komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator.
Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual
“posisi auditor”, program auditor ataupun ide-idenya. Karena itu kriteria dan
materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang
remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia
berhasil menciptakan kondisi dimana semua pihak dapat terpenuhi keinginannya.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda.
Ingatlah bahwa sebagian besar konflik dan ketidaksetujuan itu datangnya karena
saling kurang pahamnya pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang
baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.
5 . Komunikasi dalam audit manajemen
Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi
tak bisa dianggap remeh dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke
depan, komunikasi makin menjadi elemen terpenting dalam organisasi. Sering kali
keberhasilan personal dan program sangat tergantung dari keberhasilan
komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.
Selama komunikasi berlangsung pahamilah lawan bicara.
Tetapkan strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan.
Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting yang
harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta
atas informasi nyata.
Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan
suatu hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee.
Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi
adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak. Segala kendala
yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah
terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi
dalam mencapai kedewasaan.
a. Komunikasi dengan manajemen selama masa audit
Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan
dengan manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini :
· Pemahaman atas bisnis klien.
· Rencana audit.
· Dampak perundangan atau standar profesional atas
audit.
Auditor manajemen harus mengembangkan dan menjaga hubungan
baik dengan auditee untuk memperoleh informasi dan untuk
memastikan tindakan korektif atas temuan audit. Namun, citra umum bahwa auditor
adalah bahwa ia adalah seorang kritikus, pencari kesalahan atau otoritas
mata-mata swasta dari manajemen puncak . Hal ini tentunya adalah “risiko
pekerjaan” dari manajemen auditor untuk menghadapi hubungan bermusuhan dan
suasana yang tidak diinginkan. Sedangkan posisi auditor manajemen tidak
dilahirkan baru-baru ini adalah benar bahwa masalah perilaku yang berhubungan
dengan peran manajemen auditor ini telah ada untuk waktu yang lama dan akan
terus ada. Terdapat banyak penyebab untuk masalah perilaku yang timbul dalam
tinjauan fungsi manajemen atau audit operasional. Terutama, ketika auditor
manajemen melakukan audit komprehensif atas operasi, mereka seringkali
tidaklah mendapat informasi secara baik sebagaimana auditor keuangan dapatkan
pada audit di departemen keuangan. Proses operasi mungkin tidak lazim dan
kompleks. Orang-orang yang beroperasi dapat berbicara dengan bahasa dan
menggunakan istilah yang asing bagi pengalaman auditor. Namun harus ditekankan
bahwa departemen lain yang hanya memiliki fungsi staf untuk dijalankan juga
memiliki masalah perilaku yang sama. Saran apapun yang dibuat oleh mereka
mungkin tidak dapat diterima atau jika upaya paksa dalam pelaksanaannya
kemungkinan besar akan membuat mereka menjadi gagal. Sifat dan penyebab dari
masalah perilaku bahwa auditor manajemen kemungkinan hadapi dalam melaksanakan
fungsi review yang diharapkan darinya dan solusi yang mungkin untuk mengatasi
masalah ini akan dibahas :
(1) Staf atau konflik baris (line conflict)
Auditor manajemen adalah juga adalah staf. Dan orang-orang
sebaris dalam arti semua anggota departemen lain dari organisasi cenderung
menganggap auditor manajemen dengan cara yang sama seperti mereka menganggap
orang lain sebagai staf. Auditor manajemen yang menjadi spesialis di bidang
mereka mungkin berpikir bahwa pendekatan dan solusi mereka adalah satu-satunya
jawaban. Mereka cenderung mengabaikan orang yang dianggap membawa kesulitan
jika diminta untuk bertindak atas ide-ide mereka. Dan mereka mungkin merasa
bahwa mereka harus menunjukkan kekurangan gagasan itu untuk membuktikan diri
kepada manajemen puncak. Personil selevel, dalam keadaan seperti itu,
kemungkinan besar akan memperlakukan staf lain berkaitan hal tersebut dengan
antagonisme.
(2) Pengendalian
Sebagai manajemen auditor diharapkan untuk mengevaluasi
efektivitas pengendalian, ada reaksi naluriah dari auditee untuk
memiliki sejumlah ketakutan bahwa tindakannya ketika dilaporkan cenderung
menyebabkan efek buruk pada mereka yang menerima laporan auditor, yaitu, pada
manajemen puncak. Ada sejumlah ketakutan yang dapat dibenarkan bahwa pendapat
manajemen puncak atas kinerja atau pelaksanaan prosedur pengendalian mereka
mungkin akan terpengaruh oleh laporan auditor. Oleh karena itu, auditor manajemen,
menjadi bagian dari sistem pengendalian dan evaluasi menyeluruh dari kontrol,
menyebabkan tumbuhnya antagonisme pada auditee. Menurut sebuah
studi penelitian, penyebab antagonisme adalah sebagai berikut :
· Takut
bahwa kritik berasal dari temuan audit yang merugikan.
· Takut
perubahan dalam kebiasaan kerja sehari-hari karena antagonisme adalah kebiasaan
disebabkan perubahan yang dihasilkan dari rekomendasi audit. Tindakan
hukuman oleh atasan yang berawal dari adanya kekurangan yang dilaporkan.
· Praktik
audit sensitif - laporan yang terlalu kritis, laporan yang berfokus hanya pada
kekurangan saja, hal ini dapat dipersepsikan bahwa auditor memperoleh
keuntungan pribadi dari pelaporan kekurangan.
· Gaya
audit bermusuhan - yaitu kurangnya pemahaman tentang masalahauditee,
tidak adanya empati, adanya perasaan superioritas oleh auditor, konsentrasi
yang berlebihan pada kesalahan tidak signifikan, nada menghakimi ketika
mengajukan pertanyaan, dan perhatian yang lebih besar dengan memamerkan cacat
daripada membantu secara konstruktif untuk memperbaiki kondisi.
· Penyebab
penting lainnya adalah bahwa penelitian auditor atas sistem dan prosedur yang
ada dapat memberikan ruang atas rekomendasi untuk perubahan sistem tersebut,
diketahui bahwa terdapat resistensi terhadap perubahan, dan hal ini adalah
suatu yang wajar. Ketika perubahan yang direkomendasikan oleh auditor,
resistensi terhadap perubahan diarahkan kepada rekomendasi auditor dan auditor.
Auditor dipandang sebagai instrumen kemungkinan untuk merekomendasikan
perubahan dan auditee tidak menyambut kunjungan auditor dan
jauh lebih sedikit memperhatikan studi mereka dan laporan mereka setelahnya.
Dalam pandangan di atas, ketakutan akan evaluasi kinerja mereka dan kemungkinan
perubahan yang disarankan dalam sistem yang sudah familiar membentuk penyebab
utama masalah perilaku antara auditor danauditee. Ini tidak harus,
bagaimanapun, terlalu dipermasalahkan bahwa selain penyebab di atas, pendekatan
umum auditor pada perannya dan perilakunya menambahkan dimensi lain dengan
sifat masalah perilaku.
(3) Solusi untuk masalah perilaku
Para auditor, jika mereka mengadopsi peran lembaga penuntut
atau agen rahasia dari manajemen untuk mencoba mencari tahu atas kejadian pada
divisiauditee, mereka akan tidak diterima. Kehadiran mereka akan
menimbulkan masalah hubungan pribadi. Hubungan antara auditor dan auditee dapat
memperbaiki jika auditor bertindak dan dianggap sebagai seorang penasihat
profesional dan konsultan. Dalam hal apapun, ada kebutuhan untuk menunjukkan
kemungkinan sejauh mungkin bahwa :
· Audit
merupakan bagian dari keseluruhan program diamanatkan oleh otoritas dengan
tingkat yang lebih tinggi untuk memenuhi tingkat yang lebih tinggi dari
kebutuhan organisasi untuk perlindungan dan manfaat konstruktif maksimal. Tujuan
dari kajian ini adalah untuk memberikan pelayanan yang maksimal dalam semua
dimensi manajerial layak. Review akan dilakukan dengan gangguan minimum
pada operasi rutin dari personel operasi.
(4) Kritik konstruktif
Sangat penting bahwa auditor harus berkonsentrasi hanya pada
kritik konstruktif. Dia juga harus membuat secara jelas dalam laporannya nilai
komentarnya dalam hal nyata. Hanya kemudian akan saran akan membawa bebannya
dengan auditee dan mereka akan merasa yakin bahwa auditor
telah objektif dalam catatannya pada laporan. Beberapa penulis lain juga sangat
menganjurkan pandangan bahwa keberhasilan dari peran auditor akan sebagian
besar tergantung pada apakah auditee dibuat untuk merasa yakin
bahwa peran auditor adalah salah satu hal yang akan membantu memberikan solusi
daripada hanya sekedar mencari kesalahan.
(5) Pelaporan metode
Untuk mencapai tujuan ini, auditor harus melakukan upaya
untuk menyampaikan secara efektif perannya dengan mengadopsi nada ramah tapi
tegas dalam laporannya. Adalah selalu mungkin untuk tidak setuju tanpa
marah-marah, mengkritik tanpa bersikap kritis. Laporan harus berkonsentrasi
pada daerah-daerah yang perlu perbaikan daripada daftar inefisiensi dan
kekurangan dalam kinerja auditee. Gagasan keliru bahwa semakin
besar jumlah kekurangan dilaporkan akan membuat semakin tinggi peringkat
temuannya haruslah dihapus atau menyerah. Ini adalah gagasan usang dan tidak
dengan cara apapun memberikan kontribusi pada efektivitas auditor.
0 komentar:
Posting Komentar