Menurut 4 madzhab
• A.
Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
• 1.
Pengertian
- Secara
etimologi: Al-Musyarakah atau “Asy-Syirkah” berarti “percampuran” atau
percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya(Lihat: Ibn Mandzur, Lisan
Al-’Arab (10/448, Az-Zubaidi, Taj al-’arus (7/148).
- Secara
terminologi:
• 1) Hanafiah:
al-musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh dua orang yang
bersyirkah (bekerjasama) dalam modal dan keuntungan (Ibn ‘Abidin, Radd
al-mukhtar ‘ala ad-dur al-mukhtar (3/364).
• Percampuran
dua bagian orang -atau lebih- yang melakukan kerjasama tanpa ada
keistimewaan satu sama lain (al-Jurjani, at-ta’rifat (111).
• 2) Malikiah:
al-musyarakah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang
yang bekerjasama terhadap harta mereka (Ad-dardir, Hasyiah ad-dasuki (3/348)
• 3) Syafi’iah:
al-musyarakah adalah adanya ketetapan hak atas sesuatu bagi dua orang –atau
lebih- yang melakukan kerjasama dengan cara yang diketahui (masyhur)
(Al-khathib, Mughni al-muhtaj (2/211)
• 4) Hanabilah:
al-musyarakah adalah berkumpul (sepakat) dalam suatu hak dan perbuatan/tindakan
(Ibn Qudamah, al-mughni (5/109).
Ø Dari difenisi di atas dapat disimpulkan bahwa
al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.
2. Landasan hukum al-musyarakah adalah:
(a) Al-Quran:
v (QS. An-Nisaa’: 12: (… maka mereka
berserikat pada sepertiga);
v QS. Shaad: 24: (Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian berbuat zhalim kepada
sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan beramal sale).
(b) Al-Hadits : Dalam sejumlah hadits Rasulullah
disebutkan bahwa ketika beliau diutus, banyak masyarakat di sekitarnya
mempraktikkan kerjasama dalam bentuk musyarakah dan Rasulullah
membolehkan transaksi tersebut, seperti hadits-hadits di bawah ini:
v HR. Abu Daud no. 2936 (kitab
al-buyu’) dan al-Hakim Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:(sesungguhnya
Allah Azza wa jallah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selama salah satunya tidak mengkhiananti lainnya). Hadits tersebut menurut
At-Turmuzi adalah hadits “hasan” sedang Imam Al-Hakim
mengkategorikan sebagai hadits sahih.
v HR. At-Turmuzi dari Amr bin “Auf: (Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang dapat
meharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin selalu
terikat dengan syarat-syarat yang mereka telah tentukan, kecuali syarat yang
dapat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram).
v HR. Al-Bukari: (Allah akan ikut
membantu doa untuk orang berserikat, selama di antara mereka tidak saling
menghiananti).
v HR. Abu Daud dan Al-Hakim: (Tangan
(pertolongan) Allah berada pada dua orang yang bersyarikat (melakukan transaksi
musyarakah), selama mereka tidak ada pengkhianatan).
v HR. At-Thabrani dari Ibn Umar, Rasulullah
bersabda: (Tiada kesmpurnaan iman bagi setiap orang yang tidak
beramanah, tiada shalat bagi yang tidak bersuci).
(c) Al-Ijma’ (Konsensus): Para tokoh
ulama sepanjang zaman telah melakukan ijma’ (consensus) terhadap legitimasi
al-wadi’ah, karena kebutuhan manusia terhadap hal tersebut jelas terlihat. (Lihat:
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni dan Imam As-Sarkhasi dalam Al-Mabsuth).
(d) Secara rasio: setiap individu atau golongan
tertentu sangat memerlukan adanya transaksi musyarakah(kegiatan partnership dengan
yang lainnya) baik dalam aktifitas perdagangan atau investasi guna terwujudnya
saling manfaat antara satu sama lain, karena ada pihak-pihak (individu)
tertentu memiliki modal yang cukup, namun tidak memiliki kemampuan manajerial
dalam mengelola modal tersebut. Di lain pihak, kondisi saat ini sangat
menghendaki adanya transaksi partnership dalam melakukan aktifitas keuangan dan
ekonomi (perdagangan dan investasi) dengan semakin ketatnya kompetisi dan
meluasnya jangkauan kegiatan tersebut dengan banyak industri-industri raksasa
yang tidak mungkin hanya ditangani orleh satu orang. Maka dengan sistem
transaksi musyarakah diharapkan akan dapat mengelola dengan
baik sumber kekayaan alam yang ada baik dengan bentuk investasi atau
perdagangan.
3. Jenis-jenis al-musyarakah:
v Jenis-jenis al-musyarakah ada
dua:
a. musyarakah
pemilikan (syirkat al-amlak): yaitu persekutuan (kerjasama
partnership) antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang
dengan salah satu sebab kepemilikan. musyarakah ini dapat tercipta karena
warisan, wasiat, hibah, jaul beli atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
Ø Musyarakah pemilikan ini oleh ahli fiqh dibagi
lagi menjadi dua:
(1) Syirkah ikhtiyar atau perserikatan yang
dilandasi pilihan orang yang berserikat, contoh: dua orang sepakat
berserikat membeli suatu barang atau mereka menerima harta pemberian (hibah,
wasiat, wakaf dsb) maka harta yang mereka beli atau terima secara berserikat
menjadi harat serikat bagi mereka berdua, karena perserikatan muncul akibat
tindakan hukum kedua orang berserikat tersebut.
(2) Syirkah ijbari (perserikatan yang
muncul secara paksa bukan atas keinginan orang yang berserikat); yaitu sesuatu
yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak mereka,
seperti harta warisan yang diterima karena adanya kematian dari salah satu
keluarga. Status kepemilikan secara hukum menurut fukaha adalah menjadi milik
masing-masing yang berserikat sesuai haknya dan bersifat berdiri
sendiri.
b. musyarakah
akad/kontrak (syirkat al-’uqud) yaitu akad kerjasama antara dua orang
atau lebih dan bersepakat untuk berserikat dalam modal dan keuntungan.
v Musyarakah akad terbagi menjadi:
(1) Syarikah Al-Mufāwadah adalah
transaksi kerjasama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana (modal) dan berpartisipasi dalam kerja/usaha,
masing-masing setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. kata “mufawadah” adalah
“musawah” (kesamaan). Jumhur ulama (Hanafiah, Malikiah dan
Hanabilah) membolehkan dengan syarat memiliki porsi yang sama baik dalam
berperan pada modal, hutang dan pelaksanaan operasional. Sementara Syafi’iah
tidak membolehkan, karena ada percampuran pada modal, menurutnya keuntungan
merupakan, sehingga tidak boleh ada perserikatan pada hasil (cabang)
kalau tidak ada persekutuan pada asalnya.
(2) Syarikah Al-‘Inām adalah
kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan porsi dari
kesulurahan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dengan kesepakatan berbagi
dalam keuntungan dan kerugian. Bagian masing-masing pihak tidak harus selalu
sama, sesuai dengan kesepakatan mereka.
Ulama
fiqh secara ijma’ (konsensus) membolehkan bentuk transaksi
seperti ini. Landasannya, Rasulullah saw pernah melakukan kerjasama
seperti ini dengan Al-Saib bin Syarik kemudian para sahabatnya melegitimasi
kerjasama tersebut.
v Namun para ulama fiqh klasik memberikan
ketentuan-ketentuan yang berpariasi dalam kerjasama tersebut: Hanabilah: hanya
membolehkan dalam syaraikah al-abdan (badan) dan syarikah
al-maal(harta); Malikiah: mensyaratkan adanya izin
bertindak atas nama kerjasama tersebut dari ke dua pihak; Hanafiah: mensyaratkan
adanya ijab-qabul untuk menjadi representative, sehinga
ada amanah dalam mengembangkan usaha (modal) kerjasama tersebut.
(3) Syarikah Al-‘Amâl adalah kontrak kerja
sama antara dua orang sepropesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan, seperti kerjasama para dokter, advokasi, dan kerjasama
seprofesi lainnya. Kerjasama ini sering juga disebut “syarikah al-abdân” atau
“syarikah ash-shanâi’”.
v Malikiah: mensyaratkan adanya
kesepakatan dalam jenis usaha dan tempat kerja;
Ulama
klasik lainnya: tidak menetapkan syarat semacam itu, namun Hanafiah: menganggap
tidak boleh melakukan kesepakatan kerjasama semacam ini untuk amlak
‘ammah (fasilitas umum) dan bahkan mereka cenderung mengkategorikannya
sebagai syarikah al-mufawadah.
(4) Syarikah al-Wujuh adalah kontrak
kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal, namun memiliki
“reputasi dan prestise baik” atau ahli dalam bisnis. Dengan reputasi
dan prestise itu, ia membeli barang dengan bentuk kredit lalu menjualnya secara
tunai. Hasil (keuntungan dan kerugian) dari kerjasama tersebut
dibagi berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra.
Kontrak kerjasama seperti ini tidak memerlukan modal, karena hanya didasarkan
atas kepercayaan dan jaminan tersebut. Kerjasama seperti ini lazim disebut
sebagai syarikah al-mafâlis (syarikah piutang).
v Ulama klasik (Malikiah, Syafi’iah, Zhahiriah)
cenderung tidak membolehkan;
v Hanafiah dan Hanabilah: menganggapnya
boleh.
(5) Syarikah Al-Mudhārabah adalah bagian
dari kontrak kerjasama yang banyak dipraktikan diberbagai lembaga keungan dan
aktifitas perekonomian syraiah, karena kerjasama ini lebih mengacu pada profit
and loss sharing, di mana pihak pemodal (rabbul maal) memberikan
modal kepada pengusaha (mudharib) supaya dapat mengelolanya dalam
bisnis. Keuntungan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan
yang telah ditetapkan.
v Syafi’iah: kerjasama berbentuk mudharabah ini
tidak boleh dilakukan kecuali berbentuk “uang tunai” bukan barang;
v Jumhur Ulama: membolehkan dengan
uang tunai, barang yang bernilai atau yang lainnya.
v Dalam proyek perbankan dikenal beberapa
aplikasi di antaranya: “pembiayaan proyek” dan “modal venture”.
Ø Dalam “pembiayaan proyek”, al-musyarakah biasanya
diaplikasikan untuik pembiayaan proyek, dimana nasabah dan bank sama-sama
menyediakan dana untuk proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk
bank.
Ø Sedangkan “modal venture” pada lembaga keuangan
khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan
dalam skema modal venture. Penanaman modal dilakukan dalam jangka waktu
tertentu dan setelah itu pihak bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
v Pembiayaan secara musyarakah memiliki
banyak manfaat, diantaranya:
1) Bank akan menikamati
peningkatan dalam jumalah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2) Bank tidak
berkewajiban membayar dalam dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank
tidak pernah mengalami negative/spread.
3) Pengembalian pokok
pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih
selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,
aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi
itulah yang dapat dibagikan.
5) Prinsip bagi hasil
dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap, dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah), bahkan sekalipun
merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Ø Ada beberapa resiko yang mungkin terjadi pada
kontrak kerjasama mudharabah, khususnya pada penerapan dalam
pembiayaan relative tinggi, yaitu :
Memungkinkan terjadi
Memungkinkan terjadi
Ø Side streaming, nasabah menggunakan
dana (modal) itu bukan seperti yang tersebut dalam kontrak;
Ø Ada kelalian dan kesalahan disengaja;
Ø Ada penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila
nansabahnya tidak jujur.
Pengertian Musyarakah dari Buku Akuntansi Perbankan
Syariah di Indonesia
Pengertian akad musyarakah:
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan secara bagi hasil.
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana.
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan secara bagi hasil.
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana.
Menurut DR. Jafril Khalil yang dimaksud dengan musyarakah
adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan
keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.
Jenis akad musyarakah
1. Berdasarkan eksistensi
:
A. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak
Mengandung kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan. Syirkah ini bersifat memaksa dalam hokum positif.
Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat sebidang tanah.
B. Syirkah Al Uqud
Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya Karena pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn dan resiko.
A. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak
Mengandung kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan. Syirkah ini bersifat memaksa dalam hokum positif.
Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat sebidang tanah.
B. Syirkah Al Uqud
Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya Karena pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn dan resiko.
Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri).
Syirkah Al Uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
A. Syirkah abdan
Yaitu bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Syirkah ini dibolehkan oleh ulama malikiyah, hanabilah dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari kerjasama ini adalah mendapat keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan.
Sedangkan ulama syafiiyah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada pekerjaan.
B. Syirkah wujuh
Kerjasama antara dua pihak dimana masing – masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini dikarenaknan jual beli tidak terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya berbentuk kerjasama tanggungjawab bukan modal atau pekerjaan.
Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah membolehkan syirkah ini sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang partner dalam penjualan dan pembelian.
Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama modal atau pekerjaan.
C. Syirkah inan
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan.
Ulama foqoh membolehkan syirkah ini.
D. Syirkah muwafadah
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Jika komposisi modal tidak sama maka syirkahnya batal.
Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini boleh.
Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat untuk menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang unsur ke-gharar-an.
Yaitu bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Syirkah ini dibolehkan oleh ulama malikiyah, hanabilah dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari kerjasama ini adalah mendapat keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan.
Sedangkan ulama syafiiyah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada pekerjaan.
B. Syirkah wujuh
Kerjasama antara dua pihak dimana masing – masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini dikarenaknan jual beli tidak terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya berbentuk kerjasama tanggungjawab bukan modal atau pekerjaan.
Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah membolehkan syirkah ini sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang partner dalam penjualan dan pembelian.
Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama modal atau pekerjaan.
C. Syirkah inan
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan.
Ulama foqoh membolehkan syirkah ini.
D. Syirkah muwafadah
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Jika komposisi modal tidak sama maka syirkahnya batal.
Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini boleh.
Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat untuk menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang unsur ke-gharar-an.
2. berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan(PSAK) :
A. Musyarakah permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra dotentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par 04). Contohnya :
Antara mitra A dan mitra p yang telah melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20 juta.
B. Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.
Contohnya:
Mitra A dan mitra P melakukan akad usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A menanamkan Rp 200 juta. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P sebesar Rp 100 juta akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra dotentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par 04). Contohnya :
Antara mitra A dan mitra p yang telah melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20 juta.
B. Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.
Contohnya:
Mitra A dan mitra P melakukan akad usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A menanamkan Rp 200 juta. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P sebesar Rp 100 juta akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
SUMBER HUKUM AKAD SYARIAH
Al Quran QS 4:12 dan QS 38:24
Al Quran QS 4:12 dan QS 38:24
Perlakuan Akuntansi PSAK 106
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri maupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya lembaga keuangan).
Mitra aktif adalah pihak yang bertanggungjawab melakukan pengelolaan sehingga ia yang wajiib melakukan pencatatan akuntansi .
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri maupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya lembaga keuangan).
Mitra aktif adalah pihak yang bertanggungjawab melakukan pengelolaan sehingga ia yang wajiib melakukan pencatatan akuntansi .
RUKUN DAN KETENTUAN SYARIAH dalam AKAD MUSYARAKAH
1. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :
a. Pelaku terdiri dari para mitra
b. Objek musyarakah berupa modal dan kerja
c. Ijab qabul
d. Nisbah keuntungan (bagi hasil)
1. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :
a. Pelaku terdiri dari para mitra
b. Objek musyarakah berupa modal dan kerja
c. Ijab qabul
d. Nisbah keuntungan (bagi hasil)
2. Ketentuan syariah
a. Pelaku : mitra harus cakap hokum dan baligh
b. Objek musyarakah harus :
Modal :
- Modal yang diberikan harus tunai
- Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
- Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainy aterlebih dahulu dan harus diseoakati bersama.
- Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
Kerja :
- Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
- Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
- Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra’
- Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
c. Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para pelaku akad.
d. Nisbah
- Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
- Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
- Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
a. Pelaku : mitra harus cakap hokum dan baligh
b. Objek musyarakah harus :
Modal :
- Modal yang diberikan harus tunai
- Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
- Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainy aterlebih dahulu dan harus diseoakati bersama.
- Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
Kerja :
- Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
- Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
- Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra’
- Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
c. Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para pelaku akad.
d. Nisbah
- Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
- Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
- Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
BERAKHIRNYA AKAD MUSYARAKAH
a. Jika salah satu pihak menghentikan akad
b. Salah seorang mitra meninggal atau hilang kal. Dalam hal ini bias digantikan oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
c. Modal musyarakah habis
a. Jika salah satu pihak menghentikan akad
b. Salah seorang mitra meninggal atau hilang kal. Dalam hal ini bias digantikan oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
c. Modal musyarakah habis
Menurut buku “Bank Syariah, dari teori ke praktik”
yang ditulis oleh Muhammad Syafi’i Antonio,
Dalam buku “Bank Syariah, dari teori ke praktik”
yang ditulis oleh Muhammad Syafi’i Antonio, Musyarakah adalah akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Sedangkan Sunarto Zulkifli, dalam bukunya “Panduan Praktis
Transaksi Perbankan Syariah” menuliskan bahwa yang dimaksud dengan musyarakah
adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan
bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan
ditanggung sesuai porsi kerjasama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah kerjasama
yang dilakukan oleh dua orang pemilik modal atau lebih untuk sebuah usaha yang
keuntungan dan kerugiannya ditanggung sesuai dengan kesepakatan bersama.
b. Landasan Syar’i
1. Al-Qur’an
“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Q.S. Shaad : 24).
2. Al-Hadits
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda :
Sesungguhnya Allah Azzawa Jalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati yang lainnya.” (HR.
Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).
3. Ijma’
Dalam kitab al-Mughni,[1][6] Ibnu
Qudamah berkata “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi
musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa
elemen darinya.”
c. Rukun Musyarakah
1. Para pihak yang ber-syirkah
2. Porsi kerjasama
3. Proyek / usaha (masyru’)
4. Ijab qabul (sighat)
5. Nisbah bagi hasil
d. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu :
1. Musyarakah
pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan sebuah aset dimiliki oleh dua orang. Dalam musyarakah ini
kepemilikan dua orang dalam sebuah aset nyata juga berbagi pula pada keuntungan
yang dihasilkan dari asset tersebut.
2. Musyarakah akad tercipta
dengan cara adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk memberikan
modal serta kesepakatan berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad
terbagi menjadi :
a. Musyarakah
mufawadhah, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang
sama.
b. Musyarakah al-‘inan, yaitu
kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang berbeda.
c. Musyarakah wujuh,
yaitu kerjasama antara pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki
kredibilitas atau kemampuan serta kepercayaan.
d. Musyarakah abdan, yaitu
kerjasama atau percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau
lebih.
C. MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
Musyarakah mutanaqishah (perkongsian yang mengecil) adalah
suatu bentuk musyarakah dimana porsi dana salah satu pihak akan menurun terus
hingga akhirnya menjadi nol. Ketika hal ini telah terjadi maka kepemilikan akan
berpindah kepada pihak yang lain. Pada kerjasama ini kedua belah pihak
mencampurkan dananya untuk membiayai sebuah usaha/proyek, yang nantinya secara
bertahap porsi modal salah satu pihak akan berkurang hingga menjadi nol.[2][8]
Sebagai contoh kasus adalah : pihak bank dan nasabah bekerja
sama dalam sebuah pengadaan barang atau sebuah usaha. Misalnya saja penyewaan
rumah mewah yang mana pihak bank mempunyai saham 50% dan pihak nasabah 50%.
Harga rumah tersebut sejumlah Rp. 100.000.000,-, jadi bank berkontribusi Rp.
50.000.000,- dan nasabah Rp.50.000.000,-.
Seandainya sewa yang dibayarkan oleh penyewa sebesar
Rp.2.000.000,- per bulan maka pada realisasinya Rp.1.000.000, menjadi bagian
bank dan Rp.1.000.000,- menjadi bagian nasabah. Akan tetapi karena nasabah
ingin memiliki rumah tersebut maka uang Rp.1.000.000,- itu dijadikan pembelian
saham dari saham bank. Dengan demikian saham nasabah setiap bulan akan semakin
bertambah dan saham bank semakin mengecil hingga akhirnya nasabah akan memiliki
100% saham rumah dan pihak bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut.
D. MANFAAT DAN RESIKO PEMBIAYAAN
MUSYARAKAH
Terdapat beberapa manfaat dan resiko dalam pembiayaan
musyarakah ini, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Manfaatnya :
- Bank
akan menghasilkan peningkatan dalam jumlah tertentu ketika keuntungan usaha
nasabah meningkat.
- Bank
tidak wajib membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah dalam pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga
bank tidak akan mengalami negative spread.
-
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah,
sehingga nasabah tidak diberatkan.
- Bank
akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman
dan menguntungkan.
- Bagi
hasil pada musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga pada bank konvensional.
b. Resikonya :
-
Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
-
Lalai dan kesalahan yang disengaja.
-
Nasabah menyembunyikan keuntungan, apabila nasabah tersebut tidak jujur.
Menurut International Islamic Bank of Investment and
Development
mendefinisikan musyarakah sebagai suatu
metode yang didasarkan pada keikutsertaan bank dan pencari pembiayaan (mitra
potensial) untuk suatu proyek tertentu dan keikutsertaan dalam menghasilkan
laba atau rugi. Sedangkan dalam bukunya muhamad, dikatakan bahwa
musyarakah merupakan suatu perkongsian atau kerja sama antara dua pihak atau
lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala
keuntungan dan bertanggung jawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai
dengan penyertaan masing-masing. Syirkah atau musyarakah dalam
bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Sementara dalam terminologi
ilmu fiqh, syirkah berarti
persekutuan usaha untuk mengambil hak atau operasi.
Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000
Sedangkan pengertian musyarakah (Joint Venture Profit
Sharing) dalam Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000 adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau ekspertise (keahlian) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Secara umum, inti musyarakah dapat kita
pahami sebagai suatu usaha kerja sama dari dua pihak atau lebih terhadap suatu
proyek untuk menghasilkan keuntungan dengan kesepakatan dalam kontrak.
Musyarakah dapat digunakan untuk membiayai berbagai macam kegiatan usaha selama
itu tidak bertentangan dengan syari’ah Islam. Modal yang ada digunakan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama, sehingga tidak
boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain
tanpa seizin mitra lainnya.
Dalam tuntunan ajaran islam dijelaskan bahwa kerja sama
dalam melakukan kegiatan kebaikan di masyarakat adalah sangat dianjurkan bahkan
dapat bernuansa wajib. Hal ini karena faktor manfaat yang diraih oleh
pihak-pihak yang melakukan kerja sama. Dengan bergabungnya dua orang atau
lebih, hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih baik dibandingkan jika
dilakukan sendiri, karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih
besar, relasi bisnis yang luas, keahlian yang beragam, wawasan yang lebih luas,
pengendalian yang lebih tinggi dan lain sebagainya.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam perkerjaan dan
dia menjadi wakil mitra lain juga sebagai agen bagi usaha kemitraan, sehingga
seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra
lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal.
Apabila usaha tersebut untung, maka keuntungan akan
dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati (baik presentase maupun periodenya harus secara tegas dan jelas
ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi akan didistribusikan
kepada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra.
Dalam musyarakah, dapat ditemukan aplikasi ajaran islam
tentang ta’awun (gotong royong), ukhuwah(persaudaraan)
dan keadilan. Keadilan sangat terasa dalam penentuan nisbah untuk pembagian
keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal sebelumnya, hal ini bisa
disebabkan karena ada faktor lain, misalnya keahlian, pengalaman, ketersedian
waktu dan sebagainya. Selain itu keuntungan yang dibagikan pada pemilik modal
merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang telah
ditetapkan sebelumnya seperti bunga dan riba. Prinsip keadilan juga dirasa
ketika orang yang punya modal lebih besar akan menanggung risiko finansial yang
juga lebih besar.
B. Landasan Musyarakah
1. Al-Qur’an
“…….Maka mereka berserikat pada sepertiga…..(QS. An
Nisa:12).
“Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh”. (QS. Shaad: 24).
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT membenarkan
adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Pada ayat yang pertama menjelaskan
bahwa syirkah terjadi secara otomatis karena waris. Sedangkan pada ayat yang
kedua, syirkah terjadi karena adanya akad.
2. Al-Hadits
عن أبي هريرة رفعه قال إن الله يقول أنا ثالث
الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه “Dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya”. (HR Abu Daud).
Hadist tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada
hamba-hambanya yang melakukan perserikatan selama saling menjunjung tinggi
amanah kebersamaan dan menjahui pengkhiyanatan.
3. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global,
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen”.
C. Rukun dan Syarat Musyarakah
1. Rukun Musyarakah
a) Sighoh, ucapan ijab dan qabul
b) Pihak yang melaksanakan
syirkah (kontrak)
c) Obyek kesepakatan (modal
dan kerja)
d) Nisbah bagi hasil
2. Syarat Musyarakah
a. Pihak yang
melaksanakan kontrak mengerti akan hukum
b. Modal harus tunai, dalam
jumlah yang dapat dihitung
c. Porsi pembagian
keuntungan disepakati bersama
d. Jenis usaha fisik yang
dilakukan dapat diwakilkan kepada orang lain
D. Jenis-jenis Musyarakah
1. Syirkatul Amlak
(Musyarakah Pemilikan)
Syirkatul amlak mengandung pengertian sebagai kepemilikan
bersama dan keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih secara kebetulan
memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa membuat suatu
perjanjian atau kontrak yang resmi. Syirkah model ini pada dasarnya tidak dapat
dianggap sebagai suatu kemitraan (partnership) dalam pengertian yang
sesungguhnya, karena adanya bukan berdasarkan kesepakatan untuk berbagi untung
dan rugi. Misalnya dua orang atau lebih menerima warisan, hibah, atau
wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan baik yang dapat dibagi atau tidak
dibagi-bagi.
2. Syirkatul Uqud
(Musyarakah Akad atau Kontrak)
Musyarakah ini tercipta karena adanya kesepakatan antara dua
orang atau lebih dengan sama-sama memberikan modal musyarakah dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan. Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai
kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara
sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerja sama investasi dan berbagi
untung dan risiko. Di dalam buku-buku fiqh dijelaskan bahwa syirkatul uqud
ini terbagi menjadi beberapa macam:
a. Syrikah al-‘Inan (شركة العنان)
Syrikah al-‘inan merupakan suatu kontrak kerja
sama antara dua orang atau lebih yang masing-masing pihak memberikan modal,
baik dalam bentuk uang atau tenaga, maupun dalam bentuk kombinasi dari
investasi-investasi tersebut. Akan tetapi porsi masing-masing pihak, baik dalam
dana maupun kerja atau bagi hasil tidak harus sama, tetapi sesuai dengan
kesepakatan mereka.
Syrikah al-‘inan mempunyai karakter-karakter, yakni:
1) Besarnya penyertaan modal
dari masing-masing anggota tidak harus sama.
2) Masing-masing anggota
mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam pengelolaan usaha, tetapi juga
dapat menggugurkan haknya.
3) Pembagian keuntungan dapat
didasarkan atas prosentase modal masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar
negosiasi. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan tambahan kerja, atau
penanggung risiko dari salah satu pihak.
4) Kerugian ditanggung bersama
sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing pihak.
Syirkah ini merupakan bentuk kerjasama yang paling banyak
diterapkan dalam dunia bisnis, hal ini dikarenakan keluasan ruang lingkupnya
dan kefleksibelan syaratnya-syaratnya.
b. Syirkah al-Mufawwadhah (شركة المفاوضة)
Syirkah al-mufawwadhah merupakan suatu kontrak kerja
sama antara dua orang atau lebih yang setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, setiap pihak membagi
keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini
adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban hutang
dibagi oleh masing-masing pihak.
Syirkah al-mufawwadhah mempunyai karakter-karakter, yakni:
1) Penyertaan modal dari
setiap anggota sama.
2) Setiap anggota menjadi
wakil dan kafil (guarantor) bagi partner lainnya, untuk itu keaktifan semua
anggota dalam pengelolaan usaha menjadi suatu keharusan.
3) Pembagian keuntungan dan
kerugian didasarkan atas besarnya modal masing-masing.
c. Syirkah al-A’mal ( شركة الأعمال)
Syirkah al-a’mal merupakan merupakan suatu kontrak kerja
sama antara dua orang atau lebih yang satu profesi untuk menerima pekerjaan
secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan tersebut. Para
mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa
menyetorkan modal, hasil upah dari perkerjaan tersebut dibagi dengan hasil
kesepakatan mereka.
Dalam syirkah ini, jenis keahlian yang dimiliki para mitra
dapat sama atau berbeda, demikian juga dengan waktu yang dicurahkan atau lokasi
kerja pun dapat sama atau berbeda. Syirkah ini juga sering disebut dengan
syirkah al-Abdan.
d. Syirkah al-Wujuh (شركة الوجوه)
Syirkah al-wujuh merupakan suatu akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka hanya menjalankan berdasarkan kepercayaan
pihak ketiga,masing-masing menyumbangkan nama baik, reputasi, tanpa
menyetorkan modal. Bentuk syirkah ini biasanya hanya digunakan untuk usaha
kecil saja, misalnya ketika ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
yang baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit dan
kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan dari usaha ini dibagi berdasarkan
persyaratan yang telah disepakati bersama.
E. Manfaat dan Risiko Musyarakah
1. Manfaat Musyarakah
a. Bank akan menikmati
peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban
membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan
pernah mengalami negative spread.
c. Pengambilan pokok
pembiyaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif
dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi
itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil
dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap, dimana bank akan
menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan ketika nasabah sedang mengalami
kerugian dan pada saat terjadi krisis ekonomi.
2. Risiko Musyarakah
a. Mitra
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut kontrak.
b. Lalai dan kesalahan
yang disengaja.
c. Mitra kerja
tidak jujur.
1. Proyek/usaha
telah selesai
2. Salah satu pihak
mundur
3. Salah satu pihak
meninggal dunia
4. Salah satu pihak
kehilangan kecakapan hukum
5. Modal atau
proyek/usaha hilang total
Kontrak syirkah dapat dilakukan untuk satu periode tertentu,
ketika berakhirnya periode akad maka otomatis kontrak itu berubah
tanpa adanya keputusan baru yang diambil.
Keempat ahli fikih islam berpendapat sama bahwa setiap pihak
boleh mengakhiri perjanjian syirkah kapan saja[4][10] tetapi
keputusan untuk mengakhiri hanya sah apabila dilakukan dengan kehadiran sesama
mitra usaha. Jika ada dua orang mitra usaha atau lebih, kontrak bisa
dilanjutkan atas persetujuan dari mitra-mitra usaha yang masih ada. Dalam hal
ini Ahmad al Dardir berpendapat bahwa mitra usaha seperti penanaman modal,
keduanya mempunyai hak untuk mengakhiri kontrak sebelum bisnis dimulai, ketika
mitra usaha sudah memulai suatu usaha, dia hanya akan memiliki hak untuk
mengakhiri kontrak setelah barang-barang terjual dengan tunai.
Suatu kontrak syirkah berakhir disebabkan meninggalnya salah
seorang mitra, bila ada lebih dari dua mitra usaha kontrak tersebut dapat
dilanjutkan dengan persetujuan dari orang yang masih ada. Dalam hal ini Ibnu
Rushd mengutip pendapat dari para ahli fiqh bahwa kontrak syirkah tidak dapat dilanjutkan
dengan ahli waris (dari mitra yang meninggal), hal ini berbeda
dengan pandangan M. Nejatullah.
BUKU PERBANGKAN ISLAM DAN KEDUDUKANNYA DIMATA HUKUM
INDONESIA OLEH Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini, S.H
musyarakah dalam bahasa inggris disamakan dengan partnership
, lembaga –lembaga keuangan islam menerjemahkannya dalam istilah “participation
financing” ,dan menurut hemat penulis bias disamakan arti dengan
kemitraan,persekutuan atau perkongsian.
Dalam musyarakah atau lebih mitra menyumbang untuk memberikan
modal guan membiayai suatu investasi, dan dalam pengaplikasiannya dalam
dunia perbangkan, bank memberikan fasilitas musyarakah kepada nasabahnya untuk
berpartisipasi dalam proyek baru atau dalam suatu perusahaan yang telah berdiri
dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut. Hasil keuntungan akan
dibagi dengan cara pembagian keuntungan dan kerugian, seperti istilah yang
dipakai undang- undang No.10 tahun 1998.
Jenis musyarakah :
-sharikah mulk atau syirkah al-milk
-sharikah mulk atau syirkah al-milk
-sharikah aqad atau syirkah
al uqud
Dalam buku fikh Syirkah al uqud dibagi 4 jenis , yaitu :
1.almufawwadhah
2.al -inan
3.al- abdan
4.al- wujuh
DALAM BUKU PRODUK PERBANGKAN SYARIAH oleh Wiroso
Dalam glosari himpunan fatwa dewan syariah nasional
dijelaskan pengertian musyarakah sebagai berikut :
Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing masing pihak memberikan konstribusi dana ,
dengan ketentuan bahwa keuntungan resiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. Ada beberapa istilah yang dikeluarkan kamus istilah
keuangan dan perbangkan syariah :
· Musyarakah :
akad antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing masing
pihak memberikan konstribusi dana , dengan ketentuan bahwa keuntungan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan,sedangkan kerugian ditanggung sesuai
denagn partisipasi modal
· Musyarakah
fil ribbi : berbagi keuntungan antara bank dan nasabah
· Muhaqalah
: kerjasama dalam bidang perkebunan
· Mukhabarah
: kerjasama dibidang pengelolaan pertanian
\
Rukun musayarakah :
· Pihak
yang berakad
· Objek
akad / proyek atau usaha
· Shigat/
ijab Kabul
Syarat musyarakah:
· ijab
qobul
· para
pihak yg membuat kontrak
· pokok
masalah dalam kontar : modal atau pekerjaan
jenis dan alur transaksi musyarakah :
· musyarakah
permanen : musyarakah ketentuan bagian dana setiap ditentukan sesuai
akad dan jumlahnya tetap sampai masa selesai
· musyarakah
turunan : musyarakah ketentuan bagian dana secara bertahap secara menurun
hingga mitra tersebut menjadi pemilik penih usaha
unsur-unsur musyarakah:
· modal
· pekerjaan
· keuntungan
dan kerugian
· aturan
pengakhiran masyarakah
PENUTUP
Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu dengan tujuan mencari keuntungan
di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal atau kerja. Hal ini
akan membedakan antara musyarakah dengan mudharabah, dimana dalam mudharabah
hanya salah satu pihak saja sebagai penyandang dana.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam perkerjaan dan
dia menjadi wakil mitra lain yaitu sebagai agen usaha kemitraan. Oleh karena
itu, seorang mitra aktivitas bisnis yang normal, apabila usaha tersebut untung
maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang
disepakati, sedangkan bila rugi akan didistribusikan kepada para mitra sesuai
dengan porsi modal dari setiap mitra atau berdasarkan kesepakatan bersama
sebelumnya.
Musyarakah adalah transaksi yang halal, karena disandarkan
atas sumber hukum yang kuat baik Al-Quran maupun As-sunah, sepanjang seluruh
rukun dan sesuai dengan ketentuan syari’ah. Ajaran islam dapat membenarkan
prinsip kerja sama ini selama dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan penggunaan
sumber daya yang dikelola, dan dapat memecahkan kemaslahatan problem-problem sosial,
serta bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia dan lingkungannya.
0 komentar:
Posting Komentar